Saturday, December 1, 2007

Yes...You Can do it

Hari ini hampir 3 tahun Da Ai TV berdiri, selama itu pula lamanya aku kerja di perusahaan TV idealis ini. Aku tahu semua sepak terjang Da Ai TV selama ini. Karena aku pun sama-sama jatuh bangun dengan stasiun TV ini.

Banyak orang yang meragukan kelangsungan hidup Da Ai TV. Tidak adanya iklan komersil, membuat orang ragu, bagaimana stasiun TV ini bisa membayar biaya operasional stasiun TV yang sangat besar. Materi acara yang “diharuskan” bernuansa positif, serta tidak adanya straight news, itulah isu-isu yang selalu muncul bila orang mendengar tentang misi Da Ai TV.

Isu semakin memanas ketika programku “Da Ai Inspirasi” diluncurkan. Pasalnya di dalamnya ada “ceramah” dari Master Cheng Yen. Banyak pro dan kontra. Kontra lebih banyak datang dari rekan sejawat yang berlatar belakang “media “. Mereka beralasan, “Bila ada Master Cheng Yen disiarkan melalui Da Ai TV, bisa-bisa orang mengira ini adalah TV komunitas, dan content TV kita tidak netral. Belum lagi ditambah, kita sering memasukkan profil / aktivitas insan Tzu Chi yang selalu menggunakan seragam putih biru.”

Sedangkan bagi yang mendukung, mereka beralasan, “lah Master kan selalu bercerita mengenai hal yang netral dan universal, dan masyarakat kita membutuhkan hal seperti ini.”

Mo tau pendapatku, sebagai orang yang diminta untuk bertanggung jawab untuk program “ Da Ai Inspirasi “? Mudah saja, dimana-mana, pasti ada orang yang mendukung dan tidak. Aku yakin dengan acara ini, Master Cheng Yen memang selalu membicarakan hal yang universal. Selama masyarakat belum terang-terangan memprotes program acara ini, yah jalanin aja. Toh kita hanya mencoba untuk menyajikkan, kalo ga cocok ya udah. Ibaratnya kita ingin membeli baju, tapi harga ga cocok, yah udah ga usah beli.

Tapi memang hal baik itu pasti ada aja jalannya. Saat ini, “Da Ai Inspirasi” udah berjalan selama 6 bulan, sejak diluncurkan pertama kali di Medan. Dan Puji Tuhan, aku belum mendengar hal yang negatif dari acara ini. Malahan ada beberapa orang yang suka dengan acara ini. Seperti hari Rabu lalu, ketika kami open house dengan Production House. Salah seorang budayawan senior di Indonesia, Arswendo Atmowiloto hadir di acara ini. Aku sempat mewawancari beliau, ternyata beliau malah tidak tahu kalo di Indonesia ada Da Ai TV juga, karena selama ini beliau nonton Da Ai TV Taiwan dan suka sekali dengan ceramah Master Cheng Yen. Beliau berkata, ceramah Master sangat mengugah pemikiran, karena bernuansa cinta kasih universal, sebuah hal yang perlu untuk disajikan di masyarakat Indonesia.

Dukungan terhadap Da Ai TV tidak hanya itu, masih ada pemirsa Da Ai TV yang lain. Seorang ibu paruh baya di Serpong, berpendapat, content Da Ai TV ternyata mengisi kekosongan spiritualnya. Bahkan ia berikrar untuk melepaskan bisnis ternak lobster air tawarnya. Ia tidak tega bila harus mengambil keuntungan materi dari penjualan lobster. Hal ini bisa terjadi karena ia telah mengenal arti dari cinta kasih universal, yang selalu di dengungkan oleh Master Cheng Yen.

Seorang artis kawakan Indonesia, Mpo Indun, salah satu pemain Sitkom Bajaj Bajuri, ternyata juga pemirsa setia Da Ai TV, bahkan ia berniat untuk menjadi relawan Tzu Chi. Selain drama, beliau pun menyukai Ceramah Master Cheng Yen.

Memiliki seorang anak yang menderita sumbing, dan hidup dalam keadaan ekonomi serba pas-pasan, membuat seorang ayah tidak bisa memberikan wajah yang cantik untuk anaknya. Usai melihat program Dunia Sehat, ia pun mengerti seluk beluk dari ketidaksempurnaan fisik anaknya ini, dan ia berinisiatif untuk meminta bantuan biaya pengobatan melalui Yayasan Tzu Chi. Kini, operasi pertama sudah berlalu dengan sukses, dan harus menunggu 2,5 tahun lagi, sampai anaknya berusia 4 tahun, baru dilakukan penyempurnaan wajah.

Hari ini, aku pun bertemu dengan seorang ibu yang datang langsung ke kantor Yayasan Tzu Chi, karena sejak nonton Da Ai TV, ia ingin sekali menjadi relawan, dan hari ini ia baru sempat datang untuk bertanya-tanya.

Ini hanyalah segelintir dari opini yang masuk mengenai dukungan pada Da Ai TV, tentu tidak bisa dijadikan patokan untuk mengambil sebuah kesimpulan. Namun, dengan adanya hal ini, aku pun jadi lebih optimis mengenai kelangsungan hidup Da Ai TV ini. Apalagi masyarakat Indonesia membutuhkan alternatif tontonan. Sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah, yang harus diemban oleh para pengambil keputusan di Da Ai TV. Aku hanya mempercayai satu hal, sebuah niat baik, bila dijalankan dengan sepenuh hati, pasti jalan akan terbuka. And think positive……

Jakarta, 1 Desember 2007

Wednesday, November 28, 2007

Vacation in Boracay

Bagi orang Indo, nama tempat yang satu ini mungkin tidak seterkenal Bali ato Pantai Malibu di USA, ato Surfers Paradise di Goldcoast, Australia. Namanya Boracay. Awalnya aku pun susah untuk ingat nama ini. Bagi aku, namanya agak aneh dan asing.

Ternyata Boracay ini adalah nama pulau kecil di sebelah Selatan Pulau Luzon, Philippines. Dan merupakan salah satu the most popular tourist destination. Dalam artian, rasanya lom lengkap berkunjung ke Philippines tanpa mampir di pulau kecil ini.

Awal November 2007, bersamaan dengan masa Holy Week di Philippines, aku jalan-jalan ke Manila. Niat awalnya sih cuma buat ngunjungin Bajaj doang. Tapi liburan yang cukup panjang, rasanya sayang kalo cuma muter-muter di Manila yang isinya Mall melulu, samanya ma Jakarta.

Dari informasi yang kucari melalui google, pantai di Boracay, disebut-sebut sebagai pantai kedua terindah di dunia setelah pantai Malibu. dan banyak turis dari Korea dan Jepang yang sering berlibur disini.

Kali ini, sengaja aku tidak mencari informasi secara menyeluruh mengenai Boracay, biar saja semua terjadi alami, dan penuh kejutan (liburan kali ini, sebenarnya juga sebuah kejutan dari Bajaj).

Transportasi

Perjalanan kali ini sangat menarik, banyak hal baru yang kutemukan kali ini. Untuk mencapai Boracay, kita hanya bisa menggunakan pesawat baling-baling. Ketika pergi, kami menumpang pesawat yang berpenumpang 30an orang, dengan menggunakan South East Airlines. Perjalanan selama 35 menit, tak terasa lama.

Tapi ketika pulang ke Manila, masih dengan maskapai yang sama, kami menumpang pesawat lebih kecil yang berpenumpang 19 orang termasuk pilot dan co pilot. Di dalam pesawat ga ada toilet, bahkan ketika mau naik, berat badan dan bawaan kami harus ditimbang dulu. Inilah pesawat terkecil yang pernah kunaiki. Awalnya sempet meragukan, tapi untunglah perjalanan berjalan mulus. Karena kapasitas mesinnya lebih kecil, perjalanan jadi lebih lama, sekitar 1 jam.

Harga tiket untuk SE Airlines, PP 6000 peso untuk 1 orang. Lalu di Bandara Ninoy Aquino, ada tax sebesar 200 peso, padahal di Caticlan tax bandara hanya 10 peso. Aku kaget juga dengan beda yang 20 kali lipat ini. Tax dan biaya-biaya administrasi di Boracay lebih murah daripada di Manila.

Sepanjang perjalanan menuju Boracay, aku ga sabar juga pengen liat seperti apa sih pantai yang disebut-sebut sebagai pantai terindah ke 2 di dunia ini. Untunglah pesawat yang terbang rendah cukup membuat rasa penasaranku terobati. Ketika pesawat melintasi Boracay, dari atas kami sudah bisa melihat putihnya pantai di bawah, membuatku ga sabar untuk menginjakkan kaki di atas pasir putih itu.

Boracay tidak memiliki bandara, untuk itu kita harus mendarat di Caticlan di pulau Panay. Ukuran bandara yang cukup kecil ini mengingatkanku pada film Jurassic Park, dimana sebuah pesawat kecil yang berpenumpang turis, mendarat di sebuah bandara perintis yang sepi dari keramaian. Sebetulnya ada 1 bandara lagi yaitu Kalibo Airport yang terletak di sebelah Utara Panay. Dari sini menuju Boracay, lebih jauh, kita harus menumpang Bus atau mobil van. Jadi memang lebih cepat kalo kita melalui Caticlan. Keunggulan ini pula yang ditangkap oleh SE Airlines, semua pesawat mereka mendarat di Caticlan, dan mereka memiliki motto “ The fastest Airline to Boracay”. Sedangkan Cebu Airlines, harus mendarat di Kalibo Airport, dan ternyata ini berpengaruh pada harga tiket mereka. Tiket ke Boracay dengan Cebu Arilines “hanya” 4000 peso. Bedanya lumayan tuh ma SE Airlines.

Turun dari pesawat, kesan Caticlan sebagai bandara yang sepi dan terpencil, pupus sudah. Dimana-mana terlihat orang lalu lalang yang kebanyakan adalah turis yang mau berlibur di Boracay. Sepertinya daya magnet dari Boracaylah yang menghidupi mulut-mulut yang tinggal di seputar pulau ini.

Menumpang tricycle, mirip dengan becak motor, seharga 30 peso perorang, kami menuju Caticlan Jetty port, yang berjarak 3 menit dari Bandara.

Dari Caticlan Jetty Port kami menyebrang dengan menggunakan kapal, yang kalo di Kepulauan Seribu, disebut ojeg kapal. Perjalanan kira-kira 10 menit. Kami membayar 60 peso per orang. Ga ada yang bisa dilihat sepanjang perjalanan ini, aku sih hanya menikmati suasana pantai dan laut aja.

Akhirnya sekitar pukul 9.30, kami sudah menginjakkan kaki di Boracay. Padahal kami berangkat dari terminal dalam negri Ninoy Aquino sekitar pukul 8.15. Cepat dan mudah.

Kenyamanan dalam bertransaksi transportasi pun kami rasakan disini. Semua pembayaran untuk tricycle dan boat dilakukan di loket, jadi harga yang kita bayar sudah pasti dan tidak mungkin dipermainkan oleh si supir. Dilihat dari sisi ini, sepertinya Indonesia harus belajar banyak dari Philippines.

Untuk menuju hotel tempat kami menginap, kami harus menumpang tricycle lagi dan membayar 100 peso. Rupanya transportasi yang umum dipakai di sini adalah Tricycle.

Hotel & Entertainment

Hotel kami berada tepat di pusat pariwisata Boracay yaitu di White Beach. Sesuai namanya, sepanjang garis pantai ini, pasirnya berwarna putih. Dan sangat kontras dengan air lautnya yang berwarna biru jernih. Buat pecinta pantai, pasti betah berlama-lama berenang di pantai.

Sepanjang White Beach ini dibagi menjadi 3 sektor. Sector 1, isinya penuh dengan resort dan café mahal. Sector 2 adalah pusat dari semuanya, disini ada sebuah mall dan banyak resto dan café. Sector 3 adalah yang paling sepi. Kebanyakan turis Eropa dan Amerika yang berkeliaran di sector ini.

Melalui internet (dari web Lonely Planet), Bajaj menemukan sebuah penginapan yang murah meriah, khusus untuk backpackers. Namanya Orchid Inn yang terletak di sector 3, disinilah kami menginap selama 3 hari 2 malam. Agar suasana alam dan kesederhanaan terasa, Bajaj memilih cottage tanpa AC. Cottagenya terbuat dari nipa, di balkonnya ada sebuah ayunan dari rotan yang bisa dibuat untuk bersantai. Dari keseluruhan cottage ini, kesan modern hanya di kamar mandinya yang menggunakan keramik. Sisanya adalah anyaman nipa dan rotan. Wuah..benar-benar back to nature. Walau ini adalah Holy Week, kami hanya membayar 11 dolar permalam, termasuk makan pagi dan antar jemput bandara. Secara keseluruhan kami hanya membayar 1300 peso (Rp. 260.000) , termasuk tax. Sebuah harga yang murah, untuk mendapatkan liburan yang tak terlupakan. Bandingkan dengan hotel lain, untuk low season, harga 1 malam bisa mencapai 4000 peso. Untuk super high season, seperti Holy Week ini harganya melonjak jadi 6000 peso. Yah itung-itung hanya untuk menginap 1 malam, kita harus bayar Rp. 1.200.000. (kurs 1 peso = Rp.200).

White Beach, yang menjadi pusat keramaian pulau ini, terbentang sepanjang 4 kilometer, di pinggir-pinggirnya penuh dengan resto dan hotel. Untuk menyusuri pantai ini, tersedia sebuah jalan setapak, yang dibangun pakai bata, tapi ga seluruhnya, ada yang tidak berbatu juga. Selama 3 hari di tempat ini, kemana-mana kami selalu berjalan kaki. Lumayan, minimal 4 kilometer tiap hari. Sebenarnya ada angkutan tricycle, tapi kita harus keluar dulu menuju Jalan Utama. Dan di dalam area pantai, ada pedicap, tapi percuma juga naik pedicap, jalanannya kecil dan ramai dengan orang lalu lalang.

Food & Beverage

Kami selalu mencari makanan di sektor 2, disini ada bermacam-macam makanan dari menu lokal, masakan Barat, Jepang, Korea, Yunani, semua ada disini. Tapi masakan Indo ga ada sih..

Harga makanannya cukup standar, ada beberapa yang mahal sih. Kami sempat makan Buffet, dan hanya membayar 180 peso per orang. Menunya ada ikan, tiram, kepiting, kerang. Aku puas banget makan tiram disini. Segar dan ga amis.

Makanan seafood disini lumayan enak. Aku sempat makan cumi yang gede banget. Perutnya si cumi dimasukkin cabe merah, bawang, wortel yang dipotong kecil-kecil, bawang Bombay, lalu dibakar, dimakan pakai bumbu kecap dengan irisan cabe rawit. Uuh…mantap banget…Untuk seporsi cumi yang kenyangin banget ini, kami hanya bayar 90 peso. Lalu ada Bangus, ini masakan ikan yang dibakar. Makannya juga pake kecap dan cabe rawit. Harga seporsinya hanya 60 peso dan termasuk nasi.

Buat pecinta b2, sosis b2 khas Philippines enak loh, apalagi dimakan dengan kentang goreng dan omelette. Ini menu breakfast favoritku selama di Boracay.

Kami juga sempet coba salah satu café yang menyediakan tempat duduk di pinggir pantai. Kita bisa tiduran dan menikmati suasana pantai yang riuh dengan suara band….Di café ini ga menyediakan minuman lain selain alcohol. Tapi harga minumannya juga ga terlalu mahal. San Miguel sekitar 55 peso. Aku pesen Cosmopolitan, harganya sekitar 35 peso. Murah kan

Dasar mang aku ga terbiasa minum, minum segelas gitu aja dah lumayan berasa. Ditambah pulang harus jalan kaki lagi....hua.....nyampe hotel langsung tidur deh....

Ada 1 tempat lagi yang katanya kudu didatangin kalo di Boracay. Disini jual shaker. Letaknya café ini cukup jauh, dari tempat kami. Dia ada di sector 1. Penasaran seenak apa sih shakernya, kami berdua berjalan kaki selama 20 menit hanya untuk coba shaker itu. Ternyata, shakernya memang enak. Minum segelas gede, dah cukup membuatku kenyang. Menunya macam-macam, ada alpukat, strawberry, papaya, mango dll.

Puas deh minumnya, apalagi mereka juga jual pizza, pasta, sandwich dan makanan Spanyol. Uuhh…yummy banget…

Berjalan kaki selama 1 jam PP ternyata ga sia-sia.....

Ada lagi makanan yang enak, kali ini menu Korea, nama restonya White Snow. Wuih...bener-bener enak.....kami hanya pesen 1 menu. Bulgogi b2 yang dimasak dengan kuah (lupa deh nama benerannya apa). Itu porsi untuk 3 orang, tapi kami makannya cuma berdua, plus side dish. Semua makanan di meja, ludes. Enak banget deh….

Mm…di Boracay, sebenernya aku makan banyak, tapi timbangan ga naik karena aktivitas fisiknya juga banyak. Tiap hari minimal jalan kaki 4 kilo sih. Waktu cobain shaker, mungkin kita jalan kaki PP 8 kilo, tapi itu pun belum termasuk jalan kaki waktu mo cari makan malem dan berenang. Sehari bisa 12 kilo kali tuh.

Yang aku suka dari makan di resto Philippines adalah air minum gratis dan kita bisa refill semau kita. Jadi kalo mo irit, minum air putih aja, ga usah pesen minuman lain.

Beach & Sea

Pantai disini bener-bener putih. Airnya pun jernih, dan tidak ada karang ataupun rumput laut. Bahkan ketika kita agak ke tengah, sampai air setinggi dada, tetep tidak ada rumput laut ataupun ganggang dan karang. Yang ada malah ikan berwarna seperti pasir yang ngajak kita bermain-main. Berenang di laut seperti berenang di kolam renang, lautnya pun tenang sekali. Gelombang besar hanya sesekali, sisanya tenang seperti di kolam renang. Bener-bener Firdaus pecinta pantai.

Salah satu kegiatan di Boracay adalah keliling pulau. Dengan membayar 1300 peso,kami menyewa perahu untuk berputar-putar di sekitar pulau. Pagi hari adalah waktu yang sempurna untuk aktivitas ini. Dengan berbekal snorkel dan roti, berangkatlah kami, menyebrangi lautan :p

Tujuan pertama adalah Cove Island, sebuah pulau pribadi yang di dalamnya ada resort, tapi sepi juga resort ini. Untuk masuk ke tempat ini kita harus membayar sekitar 100 peso per orang. Di dalamnya ada menara-menara untuk melihat pantai, dan bangunan lucu-lucu yang cocok deh buat berfoto ria. Pemandangannya adalah tebing dan laut lepas yang ombaknya cukup besar. Disini ada 2 gua. Gua pertama, terbilang kecil, untuk menuju gua, kita harus menuruni tangga super sempit yang hanya muat 1 orang, kalo badannya segede Tika Panggabean, dijamin ga bisa lewat. Di dalam gua, ada batu granit yang dibentuk meninggi (aku juga kurang jelas apakah ini asli atau buatan). Yah tempat yang bagus buat foto-foto sih.

Gua kedua letaknya lebih besar dan untuk sampai ke bawah, jalanannya lebih sulit, karena kita harus berbasah ria tersiram ombak, dan ada 1 lorong kecil, dimana kita harus masuk sambil menunduk. Ternyata ini nembus ke gua sebelah. Suara ombak yang memecah bebatuan ditambah gema dalam gua, membuat suasana di gua serasa menyeramkan, walau di siang hari.

Lepas dari Cove Island, kami menuju Crocodile Island, sebuah pulau bebatuan yang tak berpenghuni. Bentuk pulau kecil ini memang seperti buaya yang sedang menelungkup. Di dekat Crocodile Island ada titik untuk snorkeling. Setelah kapal tertambat di jangkar-jangkar yang sepertinya sudah disediakan untuk kapal, aku tak sabar langsung mau lompat ke laut. Untung saja, nahkoda kapalnya tidak menyarankan karena kedalaman yang cukup dangkal. Di setiap kapal sudah disediakan tangga, dari sanalah aku nyemplung ke laut. Ombak hari itu cukup besar, karena tidak menggunakan sepatu dan Fin, aku ga berani berenang jauh. Hanya di seputar kapal saja. Nahkoda menyarankan untuk memberi makan ikan dengan roti yang sudah kami bawa. Benar saja, begitu roti masuk ke air, ratusan ikan langsung datang dan berebutan makan roti. Mungkin karena ini sudah menjadi objek wisata, maka ikannya juga jinak dan berani untuk bermain dekat kita. Bahkan kita bisa memegang ikan-ikan itu yang sedang mengerubungi roti. Karang-karang disini, sejujurnya tidak sebagus di Indonesia. Bahkan di Kepulauan Seribu, karangnya lebih beraneka ragam dan indah.

Di Boracay, juga ada banyak spot bagus untuk diving. Sayangnya kami ga sempat untuk diving. Padahal aku pengen juga nambah jam terbang di log book ku.

Rasanya ga puas, bermain air disini. Setiap hari kami menyempatkan diri untuk berenang sambil berendam dan berjemur.

Tempat yang sempurna dan pelayanan dari pemerintah daerah yang baik, ternyata menambah kenyaman berlibur. Untuk itu, Aku dan Bajaj, merekomendasikan pada teman-teman kami, untuk berlibur ke Boracay. Tapi jangan tinggal lebih dari 3 hari, kecuali bila kamu ingin diving. Karena hiburan yang itu-itu aja, cukup cepat membuat kita bosan.

Gift from Boracay

Bagi orang Indo yang sering jalan-jalan ke Bali atau Jogjakarta, barang di Boracay mirip-mirip dengan disana. Hanya bedanya ada tulisan Boracay aja. Disana kami sempat membeli kaos yang dilukis. Harganya lumayan, 400 peso. Kita bisa milih desain yang diinginkan dan mo digambarin apa. Lukisannya bagus dan hidup banget. Apalagi kita pun bisa melihat kaos kita yang sedang di lukis.

Aku sempet beli tempelan kulkas yang ada tulisan Boracay. Lumayan buat pajang di kulkas dan buat oleh-oleh ke Jakarta.

Wuah..ga terasa udah waktunya untuk balik lagi ke Manila. Aku pasti balik lagi ke sini, pantainya keren banget……lom pernah melihat pantai seputih dan sebersih ini. Bener-bener serasa di kolam renang, hanya saja ditambah pemandangan yang indah dan ikan-ikan yang ramah.


Boracay, 2 – 4 November 2007

Wednesday, November 14, 2007

Manila or Jakarta?


Kesan pertama keluar dari Bandara, aku merasa ga asing. Mungkin karena kota ini mirip dengan Jakarta. Berbeda dengan Taiwan…yang begitu kita turun dari pesawat, suasana berbeda langsung terasa. Yang menunjukkan kalo ini Manila adalah Jeepney...mobil angkutan khas Phillipines.

Intramuros, menjadi tujuan pertama kami. Wilayah ini penuh dengan banunan kuno peninggalan Spanyol yang bersejarah. Salah satunya adalah Cathedral of Manila, dulunya bernama Church of San Agustin. Sebuah gereja tertua dan cukup terkenal di Manila serta menjadi salah satu tujuan utama para wisatawan.

Walau di sekelilingnya banyak gedung perkantoran modern, namun bangunan ini tetap berdiri kokoh dengan keanggunan masa lalu.

Kami pun sempat memasuki Casa de Manila, sebuah hotel kecil, namun interiornya masih bergaya Spanyol. Bangunan yang indah, membuatku bermimpi untuk menyelenggarakan pesta pernikahan di tempat ini. Pasti indah dan romantis.

Sarapan pagi pertamaku adalah di Pancake House, di sekitar Manila Bay. Tempat yang mirip Ancol ini dipenuhi oleh warga Manila yang sedang berolahraga pagi.

Pancake, sudah menjadi makanan favoritku, namun menyicipinya dengan cara memasak yang berbeda, membuat kelezatan bertambah. Nyum….Pancake dengan bacon, menjadi pilihanku. Ternyata porsinya cukup besar, cukup untuk porsi 2 orang. Tapi aku mampu melahapnya sendirian, walau udah ga sanggup lagi..phew…..kenyang….

Sehabis makan, apalagi makan banyak, oksigen dalam tubuh kita lebih banyak mengalir ke pencernaan, membuat supply oksigen ke otak semakin berkurang. Efeknya nguantukkk….

Tiba waktunya untuk tidur…hahaha….kami langsung pulang ke apartemen di daerah Makati City, dan aku langsung bersiap-siap untuk tidur. Maklum selama 3.30 jam di pesawat aku ga bisa tidur nyenyak…

Tidur dulu…..zzzz……

Ternyata Manila itu ga beda ma Jakarta, hiburan utama adalah Mall…

Green Belt menjadi tempat pertama yang kukunjungi. Maklum mall ini hanya berjarak 2 menit berjalan kaki dari apatemen. Saat ini aku baru menyadari bahwa gedung-gedung di Makati didominasi oleh warna-warna kusam dan tua. Begitupula dengan Greenbelt 1, kesan pertama tak ada bedanya dengan Sunter Mall, kusam, sempit, gelap. Belum lagi satpam bersenapan yang jaga di setiap pintu masuk mall dan selalu memeriksa barang bawaan pengunjungnya. Aku langsung ga berminat dengan mall ini. Tapi ketika kita memasuki Greenbelt 2, aku langsung tertegun, apalagi mendengar penjelasan bajaj, kalo mall ini memiliki terhubung dengan 6 mall lainnya. Greenbelt 2, lebih modern, dengan café-cafenya yang tersebar dari lantai 1 sampai 3. Belum lagi konsep open spacenya yang cantik dan di dekor dengan apik.

Mall selanjutnya adalah landmark, mall sejenis Matahari. Koleksi pakaiannya tidak membuat berselera untuk membeli. Tak bernafsu aku mengitari Landmark, akhirnya kami memasuki Glorieta. Konsep Mall ini seperti Mall Karawaci, memiliki 4 gedung dengan konsep yang berbeda. Masing-masing bagian memiliki keistimewaanya sendiri. Di Glorieta 2 ada resto-resto yang menyajikan berbagai makanan. Bajaj mengajakku untuk makan siang di North Park, sebuah resto masakan chinesse food, favorit Bajaj. Mie tarik disini cukup enak, dimsum dan masakan yang lain pun rasanya cukup pas di lidah orang Indonesia. Bedanya disini, air minum gratis, dan kita pun bisa memintanya berapapun yang kita mau. North Park menyajikkan berbagai jenis mie ada mie Hongkong, Shanghai, Sayuran dll….semuanya terlihat enak dan menggiurkan.

Hari ini dihabiskan dengan berputar-putar sekitar Greenbelt dan beli makanan di supermarket. Makanan disini untuk cemilan, lebih murah. Nutela yang big size aja harganya hanya 20ribu rupiah, kalo di Jakarta paling murah juga 30 ribu. Makanya aku borong banyak makanan disini :p

Sore hari, Bajaj dapat undangan untuk menjadi juri di pemilihan Miss Teen Phillipines 2007. Perusahaan Bajaj, Kino, menjadi salah satu sponsor dalam pemilihan miss pageant ini. Remaja yang masih belia ini, terlihat cantik, namun tak secantik gadis Indonesia. Darah campuran ternyata tidak membuat mereka lebih cantik dari gadis Indonesia (herannya banyak co yang bilang, pinoy cakep-cakep). Yah mungkin, tampang gadis ini bukan cerminan menyeluruh dari perempuan Phillipines.

Anyway, kami menyaksikan mereka meliuk-liuk memamerkan kecantikan dan inner beauty mereka di depan para juri, dengan busana pilihan mereka sendiri.

Sambil memegang kamera kesayanganku, aku tak mau melepaskan kesempatan mengambil gambar. Kapan lagi punya kesempatan ambil gambar di event seperti ini.

Terlihat sekali, masing-masing dari mereka, berusaha untuk mendapatkan perhatian dari para juri. Secara jujur, hanya ada beberapa orang yang menarik perhatianku. Walau kadar ketertarikan itu termasuk biasa-biasa saja, bukan sebuah ketertarikan yang menggebu-gebu ( u know what i mean, right ?)

Yah, secara fisik tidak ada yang menarik dari mereka. Tidak tahu juga bagaimana dengan kepribadian mereka. Sayangnya aku tidak ikut bagian penjurian untuk inner beauty, mungkin disini bisa diketahui lebih detil tentang kepribadian mereka.

Akhir acara, Bajaj sempat di foto bersama para gadis-gadis ini. Hahaha..lumayan, serasa raja minyak.....

Seru juga, kami berdua sama-sama menilai dan berdiskusi, kira-kira gadis mana yang tepat untuk dijadikan endoser produk Eskulin. Ternyata kami berdua memiliki pilihan yang sama. Dan foto-foto hasil jepretanku, menguatkan Bajaj dan timnya untuk memilih gadis ini sebagai endoser Eskulin. Beberapa minggu kemudian, jadilah gadis ini (namanya sapa ya ?) endoser Eskulin. Doi juga sebagai juara ke 2 untuk Miss Teen Phillipines.

Malam itu, aku diajak untuk menikmati masakan Italia di Italianis. Masakan Italia paling enak yang pernah aku makan. Pizza dan spaghetinya ga ada tandingan. Di Indonesia, Izzi Pizza pun belum mampu menandingi Italianis. Tapi kalo ga ada Italianis, Izzi Pizza lumayan masuk deh...

Italianis langsung menjadi resto favoritku. Kami makan di Italianis Green belt, suasana restonya cukup nyaman dan di dekor seperti kota kecil di Italia.

Porsi makanannya gede banget, kita hanya pesen 2 menu, Spaghetti with meat dan Pizza traditional. Saking banyaknya ampe ga abis, di bungkuslah si Pizza, buat breakfast besok.

High recommended deh nih Resto, sayang harganya lumayan mahal juga. Mungkin kalo makan rame-rame, harganya jadi lebih murah, Karena porsinya yang gede booo…..

Baru hari pertama di Manila, di lihat dari makanan sih sepertinya aku cocok ma makanan disini. Tempat tinggal yang down town banget, juga cukup ok.

Masih terlalu dini untuk menentukan akankah aku betah tinggal disini.

Yang pasti sih buku disini murah-murah, dibandingkan ma Indo. Pilihan bukunya juga banyak banget, terutama buku terjemahan Inggris. Huh,...buat penggemar novel, serasa surga deh disini…..

My first day in Manila

5 May 2007,

Pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Manila, Phillipines. Sebuah negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Sebuah Negara yang sering terdengar dengan berita politiknya yang lumayan menyeramkan. Secara geografis negara ini tak berbeda jauh dengan Indonesia. Tak pernah terbayangkan suatu saat aku akan mengunjungi negara ini. Kalau bukan, Bajaj tinggal disini, mungkin aku ga akan berminat berkunjung ke sini. Yah…begitulah, suratan takdir membawaku untuk mengunjungi negara ini, pada 5 May 2007.

Kunjunganku ke Manila cukup mendadak. Rasa rindu yang tak tertahankan, mendorong kami untuk mengambil langkah “gila”.

Tanggal 3 May, Yahoo Messenger, menjadi saksi bisu, kerinduan kami. Saat itu pula, Bajaj memintaku untuk ke Manila. Tanpa berpikir panjang, tiket Cebu Pasific langsung di book. Reservasi yang cukup cepat dan mudah via internet, memudahkan proses pembelian tiket.

Saat yang ditunggu pun tiba, 4 May 2007 malam, aku dengan tak sabar menunggu-nunggu waktu menuju bandara Soekarno-Hatta. Demi mengisi waktu, aku menonton Devil’s Wear Prada dulu. Lumayan untuk nunggu waktu. Sekitar jam 21.30, berangkat ke Bandara.

Karena persiapan yang ga cukup, aku mempercayakan uang untuk fiskal sebesar 1juta, kepada kartu kredit. Selesai cek in, saatnya untuk bayar Fiskal…phew…jantung serasa mo copot, udah malem, cari loket yang terima kartu kredit ternyata susah-susah gampang. Loket yang masih buka hanya mau menerima pembayaran cash ato kartu kredit dari bank mereka. Ada loket BCA, tapi apa daya ga punya kartu kredit BCA, apalagi rek.tabungan disana. JAdilah aku berlari-lari dari ujung terminal satu ke yang lain. Ke ATM BII untuk narik uang tabungan…hiks….uangnya ga cukup, kurang 200ribu lagi…huhuhu….dah panic banget….sempet nanya sana sini….beruntung ada 1 loket yang masih buka dan menerima kartu kredit, walau kena charge 2.5 persen, gue rela deh, asal gue bisa ke Manila.

Gesek kartu pertama dari Danamon…kok ga mo proses ya…

‘Mas penjaga loket, saranin untuk pake kartu lain. Untuk aku masih ada Citibank. Harap-harap cemas aku menunggu.

Mendengar suara kertas di cetak, huh…serasa mendapat lotere 1 milyar (hahahaha). Iyalah, gue dah sempet kepikir, masa gue ga jadi berangkat gara-gara ga mampu bayar fiskal.

Dengan hati tenang dan tubuh berkeringat, hasil mondar mandir dari ujung ke ujung terminal, aku melenggang ke counter Imigrasi. Proses berjalan mulus ampe masuk ke boarding room, walau sempet dicegat gara-gara bawa air minum 2 botol, tapi lumayanlah, kutinggalkan 1 botolku di counter pemeriksaan :p

Time to boarding…

Pesawat yang digunakan Cebu Airlines, denger-denger adalah pesawat baru yang usianya masih 2 tahun. Aku agak ga mudeng kalo di suru-suru ngomong tentang pesawat. Tapi dari hasil pengamatanku yang awam banget…dari pintu pesawat aja, kok banyak amat tombol-tombol aneh yang selama ini ga pernah kulihat di pesawat komersial dalam negeri. Kesannya canggih dan baru gitu, beda ma pesawat dalam negeri yang keliatannya kuno dan kusam.

Penerbangan memakan waktu 3 jam setengah. Tidur ga bisa, kursinya keras banget. Geser sini geser sana, bisa tidur juga walau tidur-tidur ayam :P

Karena ini budget flight, jadi kita ga dapet air minum, selimut ato bantal. Minum musti beli seharga 50 peso. Ini juga nih yang gokil, gue sama sekali ga bawa peso ato dolar, di dompet gue cuma ada 800ribu, hasil dari narik ATM gara-gara mo buat bayar fiscal. Sedangkan rupiah ga berlaku disini.

Jadilah aku menahan haus....hiks.....

Kelelahan dan ketegangan selama semalam terakhir, terbayarkan ketika melihat seraut cahaya pagi di cakrawala. Saat-saat menjelang pagi, terasa indah ketika dilihat di ketinggian.

Bagai yin dan yang yang membagi dunia menjadi dua sisi. Terang dan gelap.

Semburat warna merah bercampur biru dan putih, menghasilkan nuansa warna tersendiri yang sangat indah. Seperti perkataan Helen Keller, face the sunshine, so you can not see shadow in the darkness.

Ke arah terang itulah, kami melaju, meninggalkan kegelapan di belakang.

Jauh di bawah, tanah Philpinnes, mulai nampak. Kontur tanahnya yang berbukit terlihat jelas dari udara. Bahkan kota Manila pun terlihat sangat padat.

Tak terasa landasan pacu mulai terlihat di kejauhan. Kamipun bersiap untuk mendarat.

Sayup-sayup, di tengah lamunanku, aku mendengar pengumuman bahwa kami akan mendarat dalam hitungan menit.

Suara katup roda yang terbuka, menandakan pilot sudah dalam kondisi mencari posisi tepat untuk mendarat.

Semakin dekat, landasan pacu dan tanah terlihat semakin dekat.

Ketinggian terus menurun…

Daratan terlihat semakin dekat…..

cssss……

pesawat pun mnedarat dengan mulus……

…mabuhay….

……welcome to Ninoy Aquino International Airport….

…..welcome to Manila….

Entah kenapa, setiap kali mendarat, orang-orang selalu terburu-buru untuk keluar. Aku yang biasanya santai kalo nunggu giliran keluar pesawat, bahkan selalu paling akhir, kini aku pun terburu-buru mo keluar juga. Aku bergabung dengan orang-orang yang sudah berdiri di lorong.

Pukul 6.00 aku menginjakkan kakiku di tanah Manila. Imigrasi tentu menjadi tujuan pertamaku. Proses berjalan mulus, aku mendapatkan visa untuk 2 minggu.

Setengah jam kemudian, aku sudha di luar bandara. Celingak celinguk nyariin bajaj, kok ga ada....

Nanya ke satpam, dimana tempat penjemputan, doi malah kasih tau tempat naik bus. Setelah celingak celinguk 10 menit aku curiga, bahwa aku harus menuju ke sebuah lorong yang sedari tadi sedang aku lihat-lihat. Betul aja, ketika ngintip, aku lihat si bajaj lagi ga sabar menungguku.

Senyum kami pun langsung merekah ketika tatapan bertemu. Pelukan hangat dan penuh kerinduan, menghiasi pertemuan pertama kami setelah 3 bulan tak bertemu.

Ia segera menuntunku ke mobil kebanggannya. Betapa tidak, Vios seri terbaru ini adalah mobil sedan pertama hasil jerih payahnya.

Joey, sang Driver pun langsung menyapaku dengan ramah, “Gud morning, Ma’am.”

Mm…pertama kali nih dipanggil dengan sebutan “Ma’am”.

Joey, berbaik hati untuk mengantarkan kami berkeliling kota Manila, kendati hari Sabtu dan Minggu adalah hari liburnya. Bajaj ga nyetir karena ia belom terbiasa untuk menyetir di sebelah kiri.

Monday, October 1, 2007

STOP....

Letih…
Letih sekali…
letih karena harus terus berlari,
aku ingin diam sejenak……
diam dan merasakan kehidupan berjalan dengan semestinya…..
….kehidupan yang bukan sedang kujalani ini….

kujadikan pekerjaan sebagai pelarian dari rasa sepiku…..
terkadang aku menikmati kesibukan yang melelahkan ini…..
sampai satu titik, aku merasa ga mampu lagi….
aku letih…..
saat inilah aku mulai berpikir tentang kehidupan ini….

apa yang sedang kucari saat ini….
apa yang bisa membuatku bahagia….
di tengah kesibukanku, aku mencari-cari….
dan aku tidak menemukannya……

karena aku sudah melewatkannya…..
kucari kebahagiaan dalam pekerjaan…..
aku pernah mendapatkannya….
dulu…..
ketika aku baru memulai karirku……

semakin lama….
tak sadar kujadikan pekerjaan sebagai rutinitas…..
dan akupun tidak mendapatkan lagi rasa itu…..
kebahagiaan yang dulu pernah ada ketika aku menyentuhnya…..

pelarianku, membuatku semakin jauh dengan orang-orang terdekatku…..
membuatku, melewati hari-hari special dengan mereka…
demi pekerjaan…..
menjadikan kebahagiaan semakin jauh melewatiku…….

aah..ironis sekali kehidupanku….
aku ingin kembali ke kehidupanku yang dulu…..
mencintai pekerjaan, namun tidak melupakan orang terdekatku……

Jakarta, 1 OKtober 2007

Saturday, September 29, 2007

The Beginning

“ok, jadi nanti tanggal 29, kamu harus terfokus pada ekspresi penonton ya. Biar bagaimanapun, kamu harus dapat ekspresi mereka…..”

Baru saja aku menyelesaikan kalimat itu, temanku berteriak, “Gempa…gempa…..”

Setelah diperhatikan memang benar sih, aku pun merasakan gempa yang ternyata cukup lama. Kupikir itu hanyalah gempa biasa yang skalanya tidak terlalu besar, dan aku masih bersikap santai di ruang meeting. Tapi aku menyempatkan diri untuk kembali ke mejaku, dan ambil handphone. Yah, saat-saat seperti ini aku baru merasa, kalo teknologi yang satu ini sudah seperti pakaian, kita ga bisa jauh darinya. Rasanya aneh bila tidak membawa Handphone di saku.

Anyway….ternyata setelah dicari info lebih jauh, gempa ini berada di sekitar pantai Barat Sumatra, dan kota Bengkulu serta Padang terkena dampak lumayan parah.

Huh…ada-ada saja, di kala kepergianku ke Manila tinggal menghitung hari (7 hari lagi) ternyata ada aja kejadian yang aneh-aneh. Bikin rencana, gagal semua deh…..

Apalagi di posisiku yang sekarang ini, aku punya tanggung jawab yang cukup berat untuk menjaga kelangsungan program. Ditambah, host penggantiku, yang ditugaskan untuk meliput ke Bengkulu. Sudah pastilah, aku reschedule tiket ke Manila……huhuhu….

Terbayang di benakku, minggu depan akan menjadi minggu yang padat, karena aku harus menjadi host dan ada salah satu timku yang pergi ke Bengkulu…..

Aaahhh….apa daya….

Setiap hari, setiap kali aku mendapatkan update terbaru mengenai Bengkulu, kok rasanya makin lama makin parah yah keadaannya. Insan Tzu Chi yang pergi kesana aja, belum bisa masuk ke Muko-Muko, wilayah yang katanya paling parah dampaknya. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke Jakarta hari Sabtu….

Disinilah kisah seru bermula…….(to be continued……)

Jakarta, 29 September 2007

Friday, September 28, 2007

Another story in my LIfe












" Life is impermanent, cherish every moment..."


Pilot : ….”perseneling mobil 2 ada masalah,….kami menepi sebentar…..”

Sweeper : “Sweeper menepi sebentar, menunggu kendaraan 2, yang lain silahkan duluan.”

---- Beberapa saat kemudian -----

Sweeper : “ Mobil 2 udah ok, sweeper rolling….”

Mulanya, percakapan melalui radio seperti ini, agak asing di telingaku. Maklum, ini pertama kalinya aku ikut Roadventure bersama dengan KTI (Komunitas Trooper Indonesia). Tapi lama kelamaan, aku jadi terbiasa, dan tetap bisa tidur nyenyak di sepanjang perjalanan walau radio kecil ini terus mengeluarkan suara yang tidak nyaman di telinga :p . (gini deh enaknya, kalo jadi penumpang, tinggal taruh pantat, tidur, menikmati pemandangan hehehe….. )

Eit..tapi kita ga tidur mulu loh, kadang-kadang khawatir juga kalo tiba-tiba kita berhenti dan ternyata ada masalah di salah satu mobil. Seperti yang terjadi di mobil kami, ketika sedang melalui jalan yang sempit serta medan jalan yang naik turun dan berliku, tiba-tiba ada tumpukan batu di tengah jalan. Mau ga mau, kita harus berhenti. Karena lumayan lama menunggu dan cadangan bensin juga dah mo abis, Budi (pilot kita), dianjurkan oleh anggota Roadventure yang lain untuk mematikan mesin dan memasukkan persneling ke posisi mundur…….

Keanehan mulai terjadi ketika mesin berusaha untuk dinyalakan……..

tet…tret…tret…..tret…………….

“wah gawat, napa lagi nih mobil, udah kita lagi di posisi menurun lagi, dan kiri kanan jurang yang dalam sudah menunggu. Mmmm…kalo mogok gimana caranya nih…”, pikirku.

tet…tret…tret…..tret…………….

Wajar saja, kalo aku khawatir, semenit sebelumnya mesin ga papa kok, lalu napa tiba-tiba bisa kehilangan arus listrik.

…..zzzzzz…….zzzzzzz…

....kunci kontak terus di putar berkali-kali….namun arus listrik tetap tidak ada.…..

Bukan hanya aku yang panik, Dylan, Grace dan Budi pun udah panik juga….

Anggota Roadventure yang lain sudah mulai mendatangi mobil kami……

Akhirnya, Mas Widodo, meminta Budi untuk buka kap mesin……

Phew…akhirnya ketauan juga biang keladinya… kabel yang menempel di Accu, terlepas. Sepertinya terlepas karena kita sering melewati medan yang keras.


Syukurlah, setelah diperbaiki sebentar, mesin sudah mau nyala kembali. Dan perjalanan dilanjutkan kembali……

Kejadian seperti itu, tidak hanya terjadi sekali, dalam satu hari perjalanan, tak terhitung berapa kali kami berhenti hanya karena adanya masalah pada salah satu kendaraan. Kerjasama yang baik dan saling menjaga antar anggota menjadi kunci utama dalam perjalanan seperti ini. Walau banyak dari kami yang tidak saling mengenal dengan dekat, namun setiap orang saling menjaga satu sama lain.

Aku sungguh menikmati setiap momen dari perjalanan ini. teman seperjalanan yang menyenangkan, medan jalan yang cukup menantang, dan yang paling buat aku seneng adalah “camping time”. Maklum, ini pertama kalinya aku camping (duh..telat banget ya…). Kita bawa 1 tenda besar yang muat untuk 5 orang.

Mmm…ternyata tinggal di tenda nyaman juga, ga seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Malam pertama kita gelar tenda di Ranca Buaya. Disini tempatnya lumayan “terlindungi”, karena kita buka tenda di bawah atap pendopo hehehe……

Membangun tenda adalah bagian yang paling aku suka. Berempat, kita kerja sama untuk membuat sebuah sarang yang nyaman, walau hanya untuk satu malam.

….tarik sana….tarik sini….iket tali….

…..cari batu buat penganjal, bikin parameter…

…..siapkan dapur kecil, siapkan sleeping bag dan alas buat bobo……

Finally, ladies and gentleman, welcome to our 5 star hotel…..

Puas rasanya….melihat rumah mungil kami berdiri dengan kokoh. Apalagi pemandangan di depan kami adalah Laut Selatan. Dengan buih ombaknya yang menggulung, seakan mengucapkan selamat datang di dunia kecil kami.

Aaghh…indahnya dunia kecil kami ini. Rasanya tidak ada orang luar yang dapat merusak kebahagiaanku.

Kehangatan dan kekompakan kami berempat, kembali tercipta ketika kami menyiapkan makanan di dapur kecil dan sederhana kami. Sosis, sarden, dan mie instant menjadi menu kami. Sederhana memang, cara memasaknya pun seadanya, namun, pemandangan dan suasana yang mendukung membuat kenikmatan menu sederhana ini menjadi berlipat-lipat.

Ketika aku melihat ke sekeliling, anggota Roadventure yang lain juga merasakan kenikmatan yang sama dengan kami. Sambil menyicipi makanan kecil, kami bersenda gurau dan berbicara mengenai banyak hal.

Malam itu, di bawah taburan jutaan bintang (sayangnya tertutup dengan atap tenda), aku masuk ke dalam kantung tidurku yang hangat. Dengan beralaskan ubin nan keras, diiringi dengan suara deburan ombak yang merdu, akupun terbuai dalam dunia mimpi, sambil berharap suasana seperti ini dapat berlangsung selamanya.

Zzz……

Deburan ombak dan indahnya mentari pagi, membangunkanku dari dunia mimpi. Hari baru telah datang, petualangan baru sudah menanti. Dengan tak sabar, aku mengira-ngira, pengalaman apa yang akan menghampiriku hari ini.

Usai makan pagi, kami merobohkan rumah kecil kami. Bersama-sama kami melipatnya dan menyimpannya dalam tas penyimpanan, tak sabar untuk membukanya kembali.

Sebagai tanda terima kasih kami pada warga sekitar, kami menyerahkan beberapa dus biscuit pada mereka. Karena kondisi geografis yang cukup gersang (pohon jarang ada), membuat perekonomian warga sekitar ini, cukup sulit. Mereka hanya mengandalkan laut sebagai mata pencaharian. Didukung dengan keadaan infrasturktur yang minim, membuat masyarakat disini semakin terisolasi dengan dunia luar, tak heran mereka sangat miskin. Sayang sekali, kami tidak sempat berbincang-bincang dengan warga disini.....


Mentari belum sampai di puncaknya, namun kami harus melanjutkan perjalanan kami menuju Situ Patengang, sebuah danau yang cukup luas di daerah Ciwidey, Jawa Barat. Menurut rencana, kami harus duduk manis di mobil selama 6 jam.

Kami sempat berkendara di tepi pantai. Mmm…kalau bukan dengan kendaraan 4wd, pasti ga akan bisa melalui jalan seperti ini. Di tengah teriknya mentari dan kencangnya angin laut, aku sangat menikmati momen ini.

Berbagai medan sulit pun masih harus kami lalui. Yang paling mendebarkan ketika kami harus melewati perkebunan teh di tengah kabut. Dengan jarak pandang hanya 2-5 meter, 10 mobil saling jalan beriringan dengan perlahan. Bukan hanya pilot yang tegang, aku pun ikutan tegang memperhatikan jalanan.

Dengan radio kecil yang terus berbunyi, sambil menginformasikan hal-hal yang terjadi di iringan paling depan, mobil dijalankan dengan hati-hati.

Jarak pandang yang terbatas, tidak menghalangi keindahan kebun teh ini. Terdapat beberapa pohon yang meranggas, mengingatkanku pada The white tree of Minas Tirith, pohon lambang kerajaan Gondor dalam Trilogy LOTR.

Keindahan alam ini, membuatku terpukau akan ciptaan Tuhan yang selalu indah dengan cara dan gayanya sendiri.

Mmm..lama kelamaan serem juga melewati kebuh teh, saat hari sudah gelap.

Akhirnya tiba pula di Situ Patengan. Yang mengecewakan, tempat camping yang sudah kami pesan ternyata diberikan pada orang lain, jadilah kami harus cari tempat lain untuk menggelar tenda.

Terpilih juga, lokasi di dekat kolam pemandian air panas Ciwidey. Di samping tepian hutan, kami pun menggunakan mobil sebagai parameter dari orang asing.

Segera saja, setelah memasang lampu dan genset, kami mencari lahan untuk membuka tenda. Di atas tumpukan serpihan kayu, kami membangun rumah kecil kami.

Kembali kami sibuk, geser sana…geser sini…..tarik tali….bangun tenda…

…..siapkan terpal pelindung untuk melindungi tenda dari hujan……..

….siapin sleeping bag dan matras…..

Hore..jadi juga rumah kecil kami yang kedua di tempat yang berbeda…..

Udara disini lebih dingin dibandingkan di Ranca Buaya, sekitar 12 derajat. tapi kok dinginnya berasa banget ya?
Ga sadar, tubuhku pun mengigil kedinginan. Mungkin ini tandanya, kalo udah waktunya untuk makan….:)

Kami pun segera, menyiapkan dapur kecil kami, mengeluarkan pengorengan dan kompor. Menu hari ini adalah jagung, kacang merah dan sosis, yang semuanya dimasak jadi satu.

Nyum….lezat, menikmati makanan hangat di tengah udara yang cukup dingin..nyum…nyum…

Apalagi, makannya secara bersama-sama di satu wajan. Terjadilah, perebutan makanan antar 4 orang hahaha….

Di bawah bintang yang gemerlapan, di bawah pohon entah pohon apa, kami asik dengan dunia dan obrolan kami sendiri, padahal di luar sana, di tempat pemandian umum air panas, suara-suara bising terus belanjut. Namun, kehangatan di antara kami, membuat kami tidak menghiraukan suara-suara bising yang nantinya akan sangat mengganggu tidur kami.

Hanya ada satu kata untuk menggambarkan malam itu, romantic….

Buatku momen inilah yang pantas untuk disebut romantis (kan untuk menciptakan suasana romantis tidak harus berduaan dengan yayank aja :p )

Malam pun terus berlanjut, sudah saatnya untuk masuk ke sleeping bag dan menggapai sang mimpi. Beberapa lama aku sempat berusaha untuk tidur, namun kantuk tak kunjung datang. Gantinya aku malah mengigil kedinginan.

Yah…malam itu, aku tidak bisa tidur. Selain tubuhku yang mengigil, suara bising di kolam pemandian itu terus berlangsung sampai subuh. Belum lagi suara anak-anak muda sekitar yang sedang saweran dan naik motor kesana kemari……Ditambah suara dengkur orang-orang di sebelahku….mmm…mereka tidur nyenyak banget…..hanya aku yang sendirian tidak bisa tidur dan entah mau ngapain….

Jadilah, malam itu aku hanya sempat tidur selama 2 jam. Hebatnya, di pagi hari, aku bangun dengan bugar, seperti bila aku tidur selama 8 jam.

Suara burung berkicau pun, menyambut pagi yang cerah ini. Kami pun bangun dan menyiapkan makanan pagi. Menu hari ini, roti bakar dan telur, ditambah sosis khusus untuk pilot tercinta…..:p

Aahh…sedih juga, waktu yang menyenangkan ini harus berakhir. Kami sudah harus mengemasi perbekalan dan bersiap untuk menuju ke Kawah Putih.

Akhirnya keinginanku, jadi nyata juga. Sudah beberapa lama aku mendengar tentang keindahan kawah ini, namun setelah beberapa kali mencoba, aku tidak pernah kesampaian untuk berkunjung kesini.

Hari ini, keinginanku melihat Kawah Putih, menjadi nyata J

Tak sabar aku ingin melihat keindahan kawah ini. Ketika melewati pintu masuk menuju taman nasional ini, mataku disuguhi dengan hamparan pasir putih…..bau belerang menyengat indra penciumanku. Aku pun setengah berlari langsung menuju ke tepi kawah.

Indahnya pemandangan ini……

Kamera di tanganku langsung ku nyalakan dan kuabadikan pemandangan yang tak ingin kulupakan ini.

Belum puas, aku mengitari kawah ini, namun apa daya, teman-teman yang lain sudah mengajak untuk pergi…

Selamat tinggal Kawah Putih, mungkin lain kali aku akan berkunjung kembali kesini……

Perjalanan pun dilanjutkan ke Jakarta, setelah sempat terkena macet selama 3 jam, kami dapatkan pula lalu lintas yang lancar….dan perjalanan berjalan lancar sampai di Jakarta.

Berakhirlah, pengalamanku selama 3 hari di Jawa Barat. Pengalaman yang menyenangkan dan tidak akan pernah kulupakan, karena ini adalah pertama kalinya aku camping dan berkenalan teman-teman yang asik pula, yang ternyata menjadi teman seperjalanan ke Bengkulu. Penasaran untuk mengikuti kisah selanjutnya……ditunggu saja, kisah perjalananku ke Bengkulu untuk membantu korban gempa. Pengalaman kali ini lebih seru daripada pengalaman sebelumnya.

Jakarta, 28 September 2007

Friday, April 27, 2007

Andai aku bisa seperti laut.


Beberapa hari ini, sering terpikir tentang arti kehidupan. ..Beberapa orang bilang, kita harus mengisi hidup ini dengan penuh makna.

Lalu mengisi dengan makna apakah itu? katanya dengan membahagiakan orang lain, dengan berbuat baik pada orang lain. Tapi bagaimana, bila tindakan itu tidak membuat aku bahagia?
Bagaimana bila apa yang aku inginkan tidak sesuai dengan kondisi dan keinginan orang terdekatku?
Apakah aku harus menuruti mereka, atau bolehkah aku berontak dan melakukan apa yang kuinginkan walau itu harus menyakiti hati mereka?

Hidup ini terlalu kompleks...andai aku bisa seperti laut, yang selalu dapat menepi kemanapun angin membawanya.

Jakarta, April 2007

Thursday, April 19, 2007

A chance

Jakarta, 19 April 07

".......kesempatan selalu datang pada saat yang tepat...."

Seringkali kita mendengar ungkapan itu. Seringkali pula aku menyangkalnya. Tapi beberapa waktu ini, aku mulai mempercayai kata-kata itu.
Dulu.....aku sering terpikir, "kenapa ya kok posisi gue gini-gini aja, ga ada tantangan."
Now, I know the answer. And it's very simple, " I'm not ready enough to take the risk."

Saat ini, ketika aku berada di posisi ini dan aku lihat ke belakang, aku sadar bahwa dulu aku memang ga siap. Tapi seiring dengan berlalunya waktu, karakter dan pengalaman menjadi lebih kaya.

Saat itulah kesempatan itu datang. Walaupun saat ini masih lom siap juga, setidaknya saat ini aku bisa lebih tegar dan tau apa yang harus dilakukan.

That's life, mysterious with any way....

Monday, April 2, 2007

Di Ujung Perjalanan


"...akan tiba malam, dimana manusia tidak bisa melakukan apa-apa lagi....."

Ketika perjalanan hampir berakhir.....akankah kita menyesali kehidupan ini karena kita tidak melakukan hal-hal yang berguna......
Atau....
Merasa bersyukur atas hidup yang diberikan Tuhan pada kita....

Selama ini aku seringkali berpikir, ketika perjalananku hampir berakhir, akan seperti apakah itu?
Apakah aku akan bersyukur atau aku akan menyesali banyak hal yang belum dan tidak pernah aku lakukan.......

Apapun itu, saat ini, di tengah berbagai masalah yang aku hadapi, aku hanya berusaha untuk tetap teguh dan mensyukuri kehidupan ini.
Keteguhan bukanlah suatu hal yang mudah. Ketika menjalaninya berbagai godaan dan cobaan akan terus menerpa.
Hanya ada satu orang yang kuandalkan, Tuhanku.
Ketika aku hampir jatuh, aku tau kalo Dia selalu berteriak, menegurku dan menguatkanku. Walau seringkali aku tidak menghiraukanNya, tapi aku tau Dia ada.

Aku hanyalah seorang manusia, yang mencoba untuk menjalani hidup ini dengan sebaik-baiknya.
Aku mencoba bertahan di tengah deru badai kehidupan.
Aku mencoba agar waktuku tiba, aku tidak akan menyesali kehidupan ini.........

JenN

Tuesday, March 27, 2007

poor doesn't means stupid...

Jogjakarta, 13 Maret 2007

Alunan musik Jazz yang sendu, suasana yang nyaman di Parsley…ternyata membuatku terinspirasi untuk menulis…..
Di mejaku ada sandwich chicken steak and hot tea…wuihhh uueeennnaaakk teuunann….kalo kata orang Jawa.

Mungkin cerita mengenai penambang pasir di lereng Gunung Merapi, udah seringkali kita dengar ceritanya…Tapi sampai kini aku jarang sekali mendengar cerita tentang kehidupan sehari-hari mereka. Sampai hari ini, aku pergi ke Kali Gendol dan melihat secara langsung kehidupan penambang pasir….. Gile…kalo dibuat opening feature…pemandangannya mengagetkan euy… Gimana kaga, di tengah-tengah tebing yang tinggi banget, ada sebuah cekungan yang udah menjadi aliran lahar dari G. Merapi. Di aliran lahar ini, ratusan penambang dan puluhan truk lagi asik menambang pasir…. Sempet juga turun ke tambangnya..agak dag dig dug sih..maklum ngeri kalo tiba-tiba ada aliran lahar :p
Tapi sih kita ga perlu takut juga, soalnya orang-orang sini dah punya sistem peringatan dini sendiri. Mereka mengandalkan informasi dari atas..jadi kalo di atas hujan, pasti ada kemungkinan terjadi lahar dingin….
Lumayan bagus sih sistem mereka….
Setelah pdkt kesana kemari dan memperkenalkan diri sebagai mahasiswa UGM yang lagi buat skripsi (duh…g kaga enak sih kalo ngeboong, tapi kita ngeri juga kalo kita ngaku wartawan, nanti malah kita diapa2in…walau ternyata pada akhirnya kita tau warga disini lumayan bersahabat dibandingkan warga di Kali Woro, yang kebanyakan adalah mafiossi tambang asal Klaten :p ) Ternyata mereka lebih terbuka ma kita, karena kita bilang kita dari UGM :p Nilai plus juga nih, walau g agak ngeri juga kalo mereka nanya2 tinggal dimana, kul apa dll…..untung deh ampe kita pulang ga ketauan boongnya :D

Aku sempet kenalan ma sebuah keluarga. Ternyata keluarga ini bukan orang asli Merapi. Sang bapak orang Betawi dan sang ibu lah yang orang daerah Merapi ini….Bapak ini walau wong ndeso, tapi pemikirannya luas. Dia bisa menyekolahkan ke 4 anaknya…bahkan yang paling gede dah duduk di SMK… Sebuah prestasi yang membanggakan bagi seorang warga desa….salut deh gue… Bapak ini hobi cerita….dia cerita deh tuh kesana kemari…tapi entah kenapa gue asik aja dengerin cerita dia….jadi belajar wawasan baru nih dari wong ndeso… Dia tau arti bersyukur dan bekerja keras….dia ga mo anaknya nanti jadi penambang pasir kayak dia dan istrinya… Bahkan ketika anaknya mau bantu dia kerja di tambang, dia tidak mengijinkan. Dia bener-bener mau menjauhi anaknya dari dunia tambang pasir Merapi, walau dia tau pasir Merapi ini ga akan pernah habis walau ditambang bertahun-tahun lamanya… Salut deh gue ma nih bapak…. Salah satu yang bikin gue kaget adalah gaya hidupnya….dia bilang walau dia miskin, dia tetep kasih anaknya makanan yang bergizi…dia sih sempet kasih contoh…orang-orang ndeso yang lain, tampangnya pada boros tua semua….kalo kata dia, itu karena mereka makan yah sekedar kenyang tapi tidak diperhatikan keadaan gizinya, dan pola hidup yang serba berantakan, kerja dari pagi hingga malam….belum lagi kebiasan minum-minum di malam ampe subuh…
Bapak ini usianya dah 48 tahun, istrinya dah 40an tahun, tapi kalo gue liat muka istrinya…beda banget ma wajah orang desa yang lain, seger, atletis dan kuat, awet muda pula…..
Bapaknya juga gitu, masih terlihat segar dan bertenaga… Seharian nih gue maen di rumah mereka, sempat liat banjir lahar dingin juga…. Sehari yang menyenangkan….mana gue dikasih makan lagi..walau ala ndeso, tapi enak coi….

Itulah kenapa gue suka ma kerjaan gue…..bisa keliling dan bertemu banyak orang yang bisa menginspirasi gue untuk berbuat sesuatu….. Walau kadang kerjaan keluar kota itu bikin bete dan stress….tapi kita kan harus liat dari segi positifnya dan membuka hati untuk hal-hal yang membangun diri kita 

Jenn
Parsley, Jogjakarta

Louie and Cino

Siapapun yang orang yang dekat denganku, pasti pernah mendengar ato setidaknya melihat foto kedua malaikatku……..namanya Louie (5 tahun) dan Cino (2 tahun) :p (walau dalam dongeng-dongeng, ga pernah ada malaikat berbentuk doggie ).

Yah…mereka itu dogie kesayanganku. Setiap kali aku keluar kota, yang dikangenin cuma mereka :p.

Louie keturunan ras, tapi bulunya bagus loh..ada 3 warna, warna dasarnya putih, lalu ada belang-belang hitam, uniknya nih, dibalik bulu hitamnya, ada bulu coklat. Jadi kalo kita elus dari depan, terlihat hitam, begitu kita elus dari arah sebaliknya, warnanya jadi coklat….Unik kan si Louie

Kalo Cino katanya sih ada keturunan terrier. Nama dia sebenernya Cappucino, abis warna bulunya abu-abu sih….bulunya panjang, kalo udah di gendong, lucu banget…..kayak boneka….:)

Saking sayangnya ma mereka, nyokap pernah loh bilang, beruntung juga yah mereka, ga pernah kena omelan dari Jenni, soalnya gue sering banget ngomel2 di rumah hehehehe…..(ketauan deh).

Yah gimana yah….mereka itu asik sih…setiap kali aku bete dengan masalah apapun, begitu pulang ketemu mereka, langsung deh lupa ma betenya…..Setiap kali aku pulang, Louie langsung sambut dengan gonggongannya yang ramah, Cino dengan hepinya lompat-lompat kayak trampoline….Lalu kalo lom ada orang yang bukain pintu, Louie bakalan keliling rumah sambil menyalak, cari perhatian orang rumah….Begitu aku masuk rumah, mereka berebutan minta dielus-elus….heboh pokoknya….

Sapa sih yang ga seneng, disambut begitu…..

Kalo aku lagi moodnya ge enak, si Louie, rela-rela aja tuh kalo dia aku isengin…Dia paling sebel kalo buntutnya dipegang, tapi kalo aku yang pegang, dia ga berani marah tuh….coba deh kalo yang megang orang laen, bisa-bisa digigit ma dia……

Cino lebih lucu lagi…waktu ke Jogja, aku sempat beli Jimbe…sejenis alat musik perkusi….Tiap kali aku lagi main Jimbe, Cino pasti langsung ngumpet, kalo dikejar, dia bakalan lari terbirit-birit ampe kepleset hehehehee….lucu banget liatnya……

Kedua doggie ini suka banget mam jeruk, pokoknya kalo makan jeruk di rumah, ga tenang deh, abisnya dimintain mulu. Kalo ga dikasih malah ngambek…

Kalo manjanya lagi kumat, Louie bisa nyamperin aku dan langsung cari tanganku sambil didorong-dorong pake moncongnya…biasa…minta dielus….Manja banget kan

Setiap hari Sabtu, Cino sepertinya udah tau, kalo hari itu harinya mandi…Dia bisa dari pagi ngikutin terus kemanapun aku pergi, kalo aku ke belakang, dia bisa ambil handuknya dia yang ada di tumpukan kursi. Sambil gigit handuk, dia bakalan lari menuju tempat mandinya…Gue bingung juga sih, napa dia tau ya, kalo hari itu adalah hari mandinya dia??? Aneh juga sih…..

Dulu sebelom ada Louie & Cino, aku termasuk orang yang takut pada hewan….apalagi doggie, tapi sejak ada mereka, aku malah jadi suka banget ma hewan, terutama doggie….

Tahun lalu, aku dan team, liputan di Taman Safari, disitu kita sempet foto-foto dengan anak harimau….duh..lucu banget….kecil, imut-imut gitu. Temen-temenku ga berani foto ma mereka, padahal mereka juga gemes…dan aku dengan santainya malah ngajak tuh harimau main-main. Sama sekali ga kepikir rasa takut, dalam bayanganku, aku sedang main-main ma doggie…..

Eh..ternyata si harimau kayaknya bete juga lama-lama, aku sempat digigit 2 kali. Gigitannya keras dan kuat lagi, kalo aku panik dan aku tarik, bisa-bisa tanganku tercabik, untung aku masih tenang-tenang aja. Malah sempet ngomelin tuh harimau hehehe……Nah gara-gara itu, aku sadar deh…Oh iya…ini harimau, bukannya Louie & Cino heheheheh…langsung jaga jarak deh :p

Dari dua malaikatku ini, aku belajar banyak loh. Pertama belajar untuk mencintai hewan….

Terkadang kalo terbayang-bayang kesakitan hewan waktu mau dipotong, aku jadi ga berani makan daging (bisa veget nih). Soalnya aku ngebayangin, kalo misalnya Louie & Cino yang digituin, apa yah rasanya mereka. Pasti takut dll kan….jadi belajar berempati deh…Walau Tuhan bilang, semua hewan berkaki 4 di muka bumi ini boleh kita konsumsi, tapi hati kecilku kaga tega tuh….Mungkin gue kelainan kali ya…..Tapi g masih doyan babi kok…..abis enak banget sih…..hehehehehe

Sejujurnya kedua doggie ini, membawa sebuah angin segar dan keceriaan di rumah. Mama juga jadi ga bete di rumah terus, karena ada yang di ajak main dan di ajak ketawa. Mama jadi terlihat awet muda loh, gara-gara sering ketawain Cino….Pembantuku, Mira, juga deket banget ma Cino…kemana-mana gendongin Cino mulu.
Thank you buddy, you are my true friend. I dunno, how I can live without you…

An Inconvenient Truth


Ada tulisan menarik dari seorang pengamat sosial

Oleh Ari
Satriyo Wibowo*)


“It is now clear that we face a
deepening global climate crisis that require us to act boldly, quickly and wisely.”


Al Gore dalam “An Inconvenient Truth” (2006)

Kata-kata itu mungkin dapat mewakili presentasi Al Gore, mantan Wapres AS
di masa pemerintahan Bill Clinton, yang sungguh mempesona sekaligus mencekam dalam film dokumenter “An Inconvenient Truth”. Tayangan berdurasi 100 menit karya sutradara David Guggenheim itu memikat karena disampaikan sarat dengan data dan tabel hasil penelitian bertahun-tahun. Sudah begitu, Al Gore sengaja memberikan ilustrasi dengan animasi kartun dan selingan humor sehingga penyajiannya terasa segar. Menyaksikan film dokumenter produksi Paramount Classic --- yang keping DVD-nya dapat diperoleh dengan mudah di kawasan Glodok, Jakarta --- seolah membawa penonton mengikuti sebuah kuliah terbuka dari seorang maha guru ulung di bidang lingkungan dengan dukungan efek multimedia yang menawan.

Ancaman pemanasan global memang nyata. Setiap peningkatan suhu sebesar 1 derajat di wilayah Khatulistiwa akan menciptakan peningkatan suhu sebesar 12 kali lipat di wilayah kutub
Utara dan Selatan. Kekuatiran mencairnya es di kedua kutub semakin terlihat. Harian Indopos, 4 November 2006 lalu , misalnya, melaporkan bahwa sedikitnya 100 gunung es mengapung di Samudra Selatan, di sebelah Selatan Selandia Baru. Setelah menerima laporan tersebut, pihak Maritim Selandian Baru segera mengeluarkan peringatan navigasi kepada seluruh pengguna
jalur perkapalan tersebut. Berdasarkan pengamatan Angkatan Udara Selandia Baru
bongkahan es tersebut berukuran 2 x 1,5 kilometer persegi dengan tinggi sekitar 130 meter.

AS dan Australia adalah dua negara yang menolak menandatangani Protokol Kyoto 2002. Pemerintahan AS dibawah Presiden Bush berkilah bahwa menandatangani protokol itu akan mengakibatkan penggangguran besar di negaranya. Protokol itu mewajibkan 40 negara untuk mengurangi emisi karbon dioksida sedikitnya 5,2 persen di bawah tingkat emisi tahun 1990
sebelum tahun 2008-2012. AS secara global menyumbang sekitar 30,3 persen dari
pemanasan global sementara Eropa sebesar 27,7 persen dan Asia sejumlah 12,2 persen. Emisi karbon per kapita AS mencapai 5 persen sementara sumbangan emisi karbon AS
berdasarkan wilayah mencapai 5,47 persen.

Selama ini, bumi menjadi hangat karena dipanasi oleh matahari melalui gelombang cahaya. Namun, cahaya matahari yang masuk tidak begitu saja diterima oleh bumi. Cahaya matahari harus melalui lapisan atmosfir yang menyelebungi dan melindungi bumi.


Cahaya yang masuk diserap oleh kehidupan di bumi. Sisanya dipantulkan kembali ke angkasa melalui radiasi. Atmosfer terdiri dari campuran dari berbagai gas. Beberapa jenis gas
mempunyai kemampuan menahan panas matahari yang masuk dan mencegahnya kembali
ke angkasa. Ini menyebabkan permukaan Bumi tetap hangat.


Fungsinya mirip dengan panel kaca di rumah kaca sehingga gas-gas tersebut disebut Gas Rumah Kaca (GRK). Tanpa proses ini, Bumi akan menjadi tempat yang dingin bahkan terlalu dingin untuk ditinggali mahluk hidup . Namun, terlalu banyak GRK akan menyebabkan suhu Bumi naik terlalu banyak.


Saat ini jumlah GRK di atmosfer adalah yang paling besar daripada sebelumnya karena polusi yang disebabkan manusia. Itu menyebabkan Bumi jadi makin panas yang memicu perubahan iklim global yang ekstrem. Gletsyer di Kilimanjaro, Italia, Swiss, Peru dan Argentina dari tahun ke tahun makin menyusut dan menghilang. Di mana-mana terjadi badai, topan kencang termasuk Badai Katrina dahsyat yang melanda New Orleans, AS pada 29 Agustus 2005. Gelombang udara panas telah menewaskan 15.000 orang di Perancis, 14.000 di Belanda, 13.000 di Portugal dan 1400 orang Andhar Pradesh, India. Hujan dengan curah hujan di atas rata-rata juga terjadi dimana-mana. Akibat cairnya es di kutub maka kota-kota besar dunia
seperti New York, Shanghai dan Calcutta terancam tenggelam dan ratusan juta manusia bakal
kehilangan tempat tinggal.


Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim gobal yang ekstrem diantaranya akan membuat musim kering yang berkepanjangan di berbagai belahan dunia yang berakibat terhadap kegagalan panen. Amerika Serikat yang selama beberapa dekade dikenal sebagai lumbung gandum dunia mungkin kelak akan lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan domestik daripada mengekspornya. Australia, salah satu lumbung gandum dunia lainnya yang tidak menandatangi Protokol Kyoto juga telah merasakan dampak pemanasan global berupa kemarau terburuk dalam 100 tahun terakhir ( Kompas, 3 November 2006, “Australia Inginkan ‘Kyoto Baru’ di Asia”).


Bangkitnya Jurnalisme Advokasi

Andaikata Al Gore terpilih sebagai Presiden AS pada tahun 2000 lalu maka penulis buku laris Earth in the Balance : Ecology and the Human Spirit (1992) pasti akan meratifikasi Protokol Kyoton sehingga dampak pemanasan global tidak memburuk seperti saat ini ketika Presiden AS George W. Bush menolak untuk meratifikasi perjanjian itu pada 2002 karena lebih berpihak pada kepentingan para industrialis AS.


Melalui kuliah dan ceramahnya tentang dampak pemanasan global yang tak kenal lelah dari kota ke kota di hampir separuh negara bagian di AS mulai dari Nashville di Tennesse, Los Angeles, San Fransisco, Washington DC, New York, Columbus, Mineapolis hingga Ann Arbor di Michigan, ia menuai dukungan publik dan pers yang amat kuat. Berkat presentasinya yang sarat data ilmiah yang akurat publik diyakinkan akan bencana global yang bakal terjadi jika manusia mengabaikannya.


Apa hasilnya? Sekalipun di tingkat negara AS, menolak meratifikasi Protokol Kyoto tetapi negara bagian dan kota-kota di AS secara bertahap akan dengan patuh menaati Protokol Kyoto tersebut. Dimulai dari negara bagian California, Oregon, Pensylvania dan diikuti pula negara bagian dan kota-kota di AS lainnya. Sesuatu yang ironis, bukan?


Langkah Al Gore bukannya tanpa halangan.
Seorang ilmuwan bernama Philip Cooney yang semula bekerja pada American Petroleum Institute dan kemudian diangkat Presiden George W. Bush sebagai Kepala Staf Bidang Lingkungan di Gedung Putih berkali-kali melakukan pemutarbalikkan fakta tentang pemanasan
global dalam laporan-laporan yang dikeluarkan Gedung Putih. Al Gore menyebut
itu sebagai tindakan Gedung Putih yang memalukan sambil menyindir, “It is difficult to get a man to understand something when his salary depends upon his not understanding it.”


Ceramah Al Gore tidak hanya sebatas di dalam negeri, ia pun mengunjungi puluhan kota di luar negeri dari Toronto, London, Wina, Stockholm, Helsinki, Brussel, Geneva, Munich, Tokyo, Seoul
hingga Beijing. Sambutan yang diperolehnya umumnya sangat hangat. Tidak mengherankan bila David Carr, seorang kolumis harian Times berpendapat, film dokumenter “An Incovenienth Truth” atau produksi National Geographic semacam “March of the Penguins” bakal menjadi kendaraan yang ampuh bagi bangkitnya jurnalisme advokasi baik di media cetak maupun elektronik. Film dokumenter semacam itu mampu menggantikan isu-isu yang membosankan sekaligus menampilkan figur seseorang menjadi tontonan yang menghibur.


Tampaknya jurnalisme advokasi bakal menjadi genre jurnalisme baru yang didasarkan pada fakta namun didukung dengan data-data yang akurat dan spesifik atas isu tersebut dan disajikan secara memikat. Jurnalisme advokasi umumnya berfokus pada kisah-kisah yang berhubungan praktik bisnis perusahaan, korupsi politik dan isu sosial lainnya. Sudah sepatutnya media-media di Indonesia melakukan terobosan-terobosan inovatif agar dapat menghadirkan pula sajian atau tayangan jurnalisme advokasi yang menghibur di tengah carut-marutnya situasi sosial, ekonomi, politik dan hukum di negeri ini. Misalnya, soal ketahanan pangan kita bila terjadi krisis pangan global? Masih bisakah kita mengonsumsi mi dan tahu bila bahan terigu dan kedelainya masih saja diimpor? Masih latahkah kita dengan budaya impor beras di saat petani panen ketimbang menggalakkan program
swasembada beras / pangan? ***



*) Penulis adalah pengamat masalah sosial,tinggal di Jakarta.