Wednesday, November 28, 2007

Vacation in Boracay

Bagi orang Indo, nama tempat yang satu ini mungkin tidak seterkenal Bali ato Pantai Malibu di USA, ato Surfers Paradise di Goldcoast, Australia. Namanya Boracay. Awalnya aku pun susah untuk ingat nama ini. Bagi aku, namanya agak aneh dan asing.

Ternyata Boracay ini adalah nama pulau kecil di sebelah Selatan Pulau Luzon, Philippines. Dan merupakan salah satu the most popular tourist destination. Dalam artian, rasanya lom lengkap berkunjung ke Philippines tanpa mampir di pulau kecil ini.

Awal November 2007, bersamaan dengan masa Holy Week di Philippines, aku jalan-jalan ke Manila. Niat awalnya sih cuma buat ngunjungin Bajaj doang. Tapi liburan yang cukup panjang, rasanya sayang kalo cuma muter-muter di Manila yang isinya Mall melulu, samanya ma Jakarta.

Dari informasi yang kucari melalui google, pantai di Boracay, disebut-sebut sebagai pantai kedua terindah di dunia setelah pantai Malibu. dan banyak turis dari Korea dan Jepang yang sering berlibur disini.

Kali ini, sengaja aku tidak mencari informasi secara menyeluruh mengenai Boracay, biar saja semua terjadi alami, dan penuh kejutan (liburan kali ini, sebenarnya juga sebuah kejutan dari Bajaj).

Transportasi

Perjalanan kali ini sangat menarik, banyak hal baru yang kutemukan kali ini. Untuk mencapai Boracay, kita hanya bisa menggunakan pesawat baling-baling. Ketika pergi, kami menumpang pesawat yang berpenumpang 30an orang, dengan menggunakan South East Airlines. Perjalanan selama 35 menit, tak terasa lama.

Tapi ketika pulang ke Manila, masih dengan maskapai yang sama, kami menumpang pesawat lebih kecil yang berpenumpang 19 orang termasuk pilot dan co pilot. Di dalam pesawat ga ada toilet, bahkan ketika mau naik, berat badan dan bawaan kami harus ditimbang dulu. Inilah pesawat terkecil yang pernah kunaiki. Awalnya sempet meragukan, tapi untunglah perjalanan berjalan mulus. Karena kapasitas mesinnya lebih kecil, perjalanan jadi lebih lama, sekitar 1 jam.

Harga tiket untuk SE Airlines, PP 6000 peso untuk 1 orang. Lalu di Bandara Ninoy Aquino, ada tax sebesar 200 peso, padahal di Caticlan tax bandara hanya 10 peso. Aku kaget juga dengan beda yang 20 kali lipat ini. Tax dan biaya-biaya administrasi di Boracay lebih murah daripada di Manila.

Sepanjang perjalanan menuju Boracay, aku ga sabar juga pengen liat seperti apa sih pantai yang disebut-sebut sebagai pantai terindah ke 2 di dunia ini. Untunglah pesawat yang terbang rendah cukup membuat rasa penasaranku terobati. Ketika pesawat melintasi Boracay, dari atas kami sudah bisa melihat putihnya pantai di bawah, membuatku ga sabar untuk menginjakkan kaki di atas pasir putih itu.

Boracay tidak memiliki bandara, untuk itu kita harus mendarat di Caticlan di pulau Panay. Ukuran bandara yang cukup kecil ini mengingatkanku pada film Jurassic Park, dimana sebuah pesawat kecil yang berpenumpang turis, mendarat di sebuah bandara perintis yang sepi dari keramaian. Sebetulnya ada 1 bandara lagi yaitu Kalibo Airport yang terletak di sebelah Utara Panay. Dari sini menuju Boracay, lebih jauh, kita harus menumpang Bus atau mobil van. Jadi memang lebih cepat kalo kita melalui Caticlan. Keunggulan ini pula yang ditangkap oleh SE Airlines, semua pesawat mereka mendarat di Caticlan, dan mereka memiliki motto “ The fastest Airline to Boracay”. Sedangkan Cebu Airlines, harus mendarat di Kalibo Airport, dan ternyata ini berpengaruh pada harga tiket mereka. Tiket ke Boracay dengan Cebu Arilines “hanya” 4000 peso. Bedanya lumayan tuh ma SE Airlines.

Turun dari pesawat, kesan Caticlan sebagai bandara yang sepi dan terpencil, pupus sudah. Dimana-mana terlihat orang lalu lalang yang kebanyakan adalah turis yang mau berlibur di Boracay. Sepertinya daya magnet dari Boracaylah yang menghidupi mulut-mulut yang tinggal di seputar pulau ini.

Menumpang tricycle, mirip dengan becak motor, seharga 30 peso perorang, kami menuju Caticlan Jetty port, yang berjarak 3 menit dari Bandara.

Dari Caticlan Jetty Port kami menyebrang dengan menggunakan kapal, yang kalo di Kepulauan Seribu, disebut ojeg kapal. Perjalanan kira-kira 10 menit. Kami membayar 60 peso per orang. Ga ada yang bisa dilihat sepanjang perjalanan ini, aku sih hanya menikmati suasana pantai dan laut aja.

Akhirnya sekitar pukul 9.30, kami sudah menginjakkan kaki di Boracay. Padahal kami berangkat dari terminal dalam negri Ninoy Aquino sekitar pukul 8.15. Cepat dan mudah.

Kenyamanan dalam bertransaksi transportasi pun kami rasakan disini. Semua pembayaran untuk tricycle dan boat dilakukan di loket, jadi harga yang kita bayar sudah pasti dan tidak mungkin dipermainkan oleh si supir. Dilihat dari sisi ini, sepertinya Indonesia harus belajar banyak dari Philippines.

Untuk menuju hotel tempat kami menginap, kami harus menumpang tricycle lagi dan membayar 100 peso. Rupanya transportasi yang umum dipakai di sini adalah Tricycle.

Hotel & Entertainment

Hotel kami berada tepat di pusat pariwisata Boracay yaitu di White Beach. Sesuai namanya, sepanjang garis pantai ini, pasirnya berwarna putih. Dan sangat kontras dengan air lautnya yang berwarna biru jernih. Buat pecinta pantai, pasti betah berlama-lama berenang di pantai.

Sepanjang White Beach ini dibagi menjadi 3 sektor. Sector 1, isinya penuh dengan resort dan café mahal. Sector 2 adalah pusat dari semuanya, disini ada sebuah mall dan banyak resto dan café. Sector 3 adalah yang paling sepi. Kebanyakan turis Eropa dan Amerika yang berkeliaran di sector ini.

Melalui internet (dari web Lonely Planet), Bajaj menemukan sebuah penginapan yang murah meriah, khusus untuk backpackers. Namanya Orchid Inn yang terletak di sector 3, disinilah kami menginap selama 3 hari 2 malam. Agar suasana alam dan kesederhanaan terasa, Bajaj memilih cottage tanpa AC. Cottagenya terbuat dari nipa, di balkonnya ada sebuah ayunan dari rotan yang bisa dibuat untuk bersantai. Dari keseluruhan cottage ini, kesan modern hanya di kamar mandinya yang menggunakan keramik. Sisanya adalah anyaman nipa dan rotan. Wuah..benar-benar back to nature. Walau ini adalah Holy Week, kami hanya membayar 11 dolar permalam, termasuk makan pagi dan antar jemput bandara. Secara keseluruhan kami hanya membayar 1300 peso (Rp. 260.000) , termasuk tax. Sebuah harga yang murah, untuk mendapatkan liburan yang tak terlupakan. Bandingkan dengan hotel lain, untuk low season, harga 1 malam bisa mencapai 4000 peso. Untuk super high season, seperti Holy Week ini harganya melonjak jadi 6000 peso. Yah itung-itung hanya untuk menginap 1 malam, kita harus bayar Rp. 1.200.000. (kurs 1 peso = Rp.200).

White Beach, yang menjadi pusat keramaian pulau ini, terbentang sepanjang 4 kilometer, di pinggir-pinggirnya penuh dengan resto dan hotel. Untuk menyusuri pantai ini, tersedia sebuah jalan setapak, yang dibangun pakai bata, tapi ga seluruhnya, ada yang tidak berbatu juga. Selama 3 hari di tempat ini, kemana-mana kami selalu berjalan kaki. Lumayan, minimal 4 kilometer tiap hari. Sebenarnya ada angkutan tricycle, tapi kita harus keluar dulu menuju Jalan Utama. Dan di dalam area pantai, ada pedicap, tapi percuma juga naik pedicap, jalanannya kecil dan ramai dengan orang lalu lalang.

Food & Beverage

Kami selalu mencari makanan di sektor 2, disini ada bermacam-macam makanan dari menu lokal, masakan Barat, Jepang, Korea, Yunani, semua ada disini. Tapi masakan Indo ga ada sih..

Harga makanannya cukup standar, ada beberapa yang mahal sih. Kami sempat makan Buffet, dan hanya membayar 180 peso per orang. Menunya ada ikan, tiram, kepiting, kerang. Aku puas banget makan tiram disini. Segar dan ga amis.

Makanan seafood disini lumayan enak. Aku sempat makan cumi yang gede banget. Perutnya si cumi dimasukkin cabe merah, bawang, wortel yang dipotong kecil-kecil, bawang Bombay, lalu dibakar, dimakan pakai bumbu kecap dengan irisan cabe rawit. Uuh…mantap banget…Untuk seporsi cumi yang kenyangin banget ini, kami hanya bayar 90 peso. Lalu ada Bangus, ini masakan ikan yang dibakar. Makannya juga pake kecap dan cabe rawit. Harga seporsinya hanya 60 peso dan termasuk nasi.

Buat pecinta b2, sosis b2 khas Philippines enak loh, apalagi dimakan dengan kentang goreng dan omelette. Ini menu breakfast favoritku selama di Boracay.

Kami juga sempet coba salah satu café yang menyediakan tempat duduk di pinggir pantai. Kita bisa tiduran dan menikmati suasana pantai yang riuh dengan suara band….Di café ini ga menyediakan minuman lain selain alcohol. Tapi harga minumannya juga ga terlalu mahal. San Miguel sekitar 55 peso. Aku pesen Cosmopolitan, harganya sekitar 35 peso. Murah kan

Dasar mang aku ga terbiasa minum, minum segelas gitu aja dah lumayan berasa. Ditambah pulang harus jalan kaki lagi....hua.....nyampe hotel langsung tidur deh....

Ada 1 tempat lagi yang katanya kudu didatangin kalo di Boracay. Disini jual shaker. Letaknya café ini cukup jauh, dari tempat kami. Dia ada di sector 1. Penasaran seenak apa sih shakernya, kami berdua berjalan kaki selama 20 menit hanya untuk coba shaker itu. Ternyata, shakernya memang enak. Minum segelas gede, dah cukup membuatku kenyang. Menunya macam-macam, ada alpukat, strawberry, papaya, mango dll.

Puas deh minumnya, apalagi mereka juga jual pizza, pasta, sandwich dan makanan Spanyol. Uuhh…yummy banget…

Berjalan kaki selama 1 jam PP ternyata ga sia-sia.....

Ada lagi makanan yang enak, kali ini menu Korea, nama restonya White Snow. Wuih...bener-bener enak.....kami hanya pesen 1 menu. Bulgogi b2 yang dimasak dengan kuah (lupa deh nama benerannya apa). Itu porsi untuk 3 orang, tapi kami makannya cuma berdua, plus side dish. Semua makanan di meja, ludes. Enak banget deh….

Mm…di Boracay, sebenernya aku makan banyak, tapi timbangan ga naik karena aktivitas fisiknya juga banyak. Tiap hari minimal jalan kaki 4 kilo sih. Waktu cobain shaker, mungkin kita jalan kaki PP 8 kilo, tapi itu pun belum termasuk jalan kaki waktu mo cari makan malem dan berenang. Sehari bisa 12 kilo kali tuh.

Yang aku suka dari makan di resto Philippines adalah air minum gratis dan kita bisa refill semau kita. Jadi kalo mo irit, minum air putih aja, ga usah pesen minuman lain.

Beach & Sea

Pantai disini bener-bener putih. Airnya pun jernih, dan tidak ada karang ataupun rumput laut. Bahkan ketika kita agak ke tengah, sampai air setinggi dada, tetep tidak ada rumput laut ataupun ganggang dan karang. Yang ada malah ikan berwarna seperti pasir yang ngajak kita bermain-main. Berenang di laut seperti berenang di kolam renang, lautnya pun tenang sekali. Gelombang besar hanya sesekali, sisanya tenang seperti di kolam renang. Bener-bener Firdaus pecinta pantai.

Salah satu kegiatan di Boracay adalah keliling pulau. Dengan membayar 1300 peso,kami menyewa perahu untuk berputar-putar di sekitar pulau. Pagi hari adalah waktu yang sempurna untuk aktivitas ini. Dengan berbekal snorkel dan roti, berangkatlah kami, menyebrangi lautan :p

Tujuan pertama adalah Cove Island, sebuah pulau pribadi yang di dalamnya ada resort, tapi sepi juga resort ini. Untuk masuk ke tempat ini kita harus membayar sekitar 100 peso per orang. Di dalamnya ada menara-menara untuk melihat pantai, dan bangunan lucu-lucu yang cocok deh buat berfoto ria. Pemandangannya adalah tebing dan laut lepas yang ombaknya cukup besar. Disini ada 2 gua. Gua pertama, terbilang kecil, untuk menuju gua, kita harus menuruni tangga super sempit yang hanya muat 1 orang, kalo badannya segede Tika Panggabean, dijamin ga bisa lewat. Di dalam gua, ada batu granit yang dibentuk meninggi (aku juga kurang jelas apakah ini asli atau buatan). Yah tempat yang bagus buat foto-foto sih.

Gua kedua letaknya lebih besar dan untuk sampai ke bawah, jalanannya lebih sulit, karena kita harus berbasah ria tersiram ombak, dan ada 1 lorong kecil, dimana kita harus masuk sambil menunduk. Ternyata ini nembus ke gua sebelah. Suara ombak yang memecah bebatuan ditambah gema dalam gua, membuat suasana di gua serasa menyeramkan, walau di siang hari.

Lepas dari Cove Island, kami menuju Crocodile Island, sebuah pulau bebatuan yang tak berpenghuni. Bentuk pulau kecil ini memang seperti buaya yang sedang menelungkup. Di dekat Crocodile Island ada titik untuk snorkeling. Setelah kapal tertambat di jangkar-jangkar yang sepertinya sudah disediakan untuk kapal, aku tak sabar langsung mau lompat ke laut. Untung saja, nahkoda kapalnya tidak menyarankan karena kedalaman yang cukup dangkal. Di setiap kapal sudah disediakan tangga, dari sanalah aku nyemplung ke laut. Ombak hari itu cukup besar, karena tidak menggunakan sepatu dan Fin, aku ga berani berenang jauh. Hanya di seputar kapal saja. Nahkoda menyarankan untuk memberi makan ikan dengan roti yang sudah kami bawa. Benar saja, begitu roti masuk ke air, ratusan ikan langsung datang dan berebutan makan roti. Mungkin karena ini sudah menjadi objek wisata, maka ikannya juga jinak dan berani untuk bermain dekat kita. Bahkan kita bisa memegang ikan-ikan itu yang sedang mengerubungi roti. Karang-karang disini, sejujurnya tidak sebagus di Indonesia. Bahkan di Kepulauan Seribu, karangnya lebih beraneka ragam dan indah.

Di Boracay, juga ada banyak spot bagus untuk diving. Sayangnya kami ga sempat untuk diving. Padahal aku pengen juga nambah jam terbang di log book ku.

Rasanya ga puas, bermain air disini. Setiap hari kami menyempatkan diri untuk berenang sambil berendam dan berjemur.

Tempat yang sempurna dan pelayanan dari pemerintah daerah yang baik, ternyata menambah kenyaman berlibur. Untuk itu, Aku dan Bajaj, merekomendasikan pada teman-teman kami, untuk berlibur ke Boracay. Tapi jangan tinggal lebih dari 3 hari, kecuali bila kamu ingin diving. Karena hiburan yang itu-itu aja, cukup cepat membuat kita bosan.

Gift from Boracay

Bagi orang Indo yang sering jalan-jalan ke Bali atau Jogjakarta, barang di Boracay mirip-mirip dengan disana. Hanya bedanya ada tulisan Boracay aja. Disana kami sempat membeli kaos yang dilukis. Harganya lumayan, 400 peso. Kita bisa milih desain yang diinginkan dan mo digambarin apa. Lukisannya bagus dan hidup banget. Apalagi kita pun bisa melihat kaos kita yang sedang di lukis.

Aku sempet beli tempelan kulkas yang ada tulisan Boracay. Lumayan buat pajang di kulkas dan buat oleh-oleh ke Jakarta.

Wuah..ga terasa udah waktunya untuk balik lagi ke Manila. Aku pasti balik lagi ke sini, pantainya keren banget……lom pernah melihat pantai seputih dan sebersih ini. Bener-bener serasa di kolam renang, hanya saja ditambah pemandangan yang indah dan ikan-ikan yang ramah.


Boracay, 2 – 4 November 2007

Wednesday, November 14, 2007

Manila or Jakarta?


Kesan pertama keluar dari Bandara, aku merasa ga asing. Mungkin karena kota ini mirip dengan Jakarta. Berbeda dengan Taiwan…yang begitu kita turun dari pesawat, suasana berbeda langsung terasa. Yang menunjukkan kalo ini Manila adalah Jeepney...mobil angkutan khas Phillipines.

Intramuros, menjadi tujuan pertama kami. Wilayah ini penuh dengan banunan kuno peninggalan Spanyol yang bersejarah. Salah satunya adalah Cathedral of Manila, dulunya bernama Church of San Agustin. Sebuah gereja tertua dan cukup terkenal di Manila serta menjadi salah satu tujuan utama para wisatawan.

Walau di sekelilingnya banyak gedung perkantoran modern, namun bangunan ini tetap berdiri kokoh dengan keanggunan masa lalu.

Kami pun sempat memasuki Casa de Manila, sebuah hotel kecil, namun interiornya masih bergaya Spanyol. Bangunan yang indah, membuatku bermimpi untuk menyelenggarakan pesta pernikahan di tempat ini. Pasti indah dan romantis.

Sarapan pagi pertamaku adalah di Pancake House, di sekitar Manila Bay. Tempat yang mirip Ancol ini dipenuhi oleh warga Manila yang sedang berolahraga pagi.

Pancake, sudah menjadi makanan favoritku, namun menyicipinya dengan cara memasak yang berbeda, membuat kelezatan bertambah. Nyum….Pancake dengan bacon, menjadi pilihanku. Ternyata porsinya cukup besar, cukup untuk porsi 2 orang. Tapi aku mampu melahapnya sendirian, walau udah ga sanggup lagi..phew…..kenyang….

Sehabis makan, apalagi makan banyak, oksigen dalam tubuh kita lebih banyak mengalir ke pencernaan, membuat supply oksigen ke otak semakin berkurang. Efeknya nguantukkk….

Tiba waktunya untuk tidur…hahaha….kami langsung pulang ke apartemen di daerah Makati City, dan aku langsung bersiap-siap untuk tidur. Maklum selama 3.30 jam di pesawat aku ga bisa tidur nyenyak…

Tidur dulu…..zzzz……

Ternyata Manila itu ga beda ma Jakarta, hiburan utama adalah Mall…

Green Belt menjadi tempat pertama yang kukunjungi. Maklum mall ini hanya berjarak 2 menit berjalan kaki dari apatemen. Saat ini aku baru menyadari bahwa gedung-gedung di Makati didominasi oleh warna-warna kusam dan tua. Begitupula dengan Greenbelt 1, kesan pertama tak ada bedanya dengan Sunter Mall, kusam, sempit, gelap. Belum lagi satpam bersenapan yang jaga di setiap pintu masuk mall dan selalu memeriksa barang bawaan pengunjungnya. Aku langsung ga berminat dengan mall ini. Tapi ketika kita memasuki Greenbelt 2, aku langsung tertegun, apalagi mendengar penjelasan bajaj, kalo mall ini memiliki terhubung dengan 6 mall lainnya. Greenbelt 2, lebih modern, dengan café-cafenya yang tersebar dari lantai 1 sampai 3. Belum lagi konsep open spacenya yang cantik dan di dekor dengan apik.

Mall selanjutnya adalah landmark, mall sejenis Matahari. Koleksi pakaiannya tidak membuat berselera untuk membeli. Tak bernafsu aku mengitari Landmark, akhirnya kami memasuki Glorieta. Konsep Mall ini seperti Mall Karawaci, memiliki 4 gedung dengan konsep yang berbeda. Masing-masing bagian memiliki keistimewaanya sendiri. Di Glorieta 2 ada resto-resto yang menyajikan berbagai makanan. Bajaj mengajakku untuk makan siang di North Park, sebuah resto masakan chinesse food, favorit Bajaj. Mie tarik disini cukup enak, dimsum dan masakan yang lain pun rasanya cukup pas di lidah orang Indonesia. Bedanya disini, air minum gratis, dan kita pun bisa memintanya berapapun yang kita mau. North Park menyajikkan berbagai jenis mie ada mie Hongkong, Shanghai, Sayuran dll….semuanya terlihat enak dan menggiurkan.

Hari ini dihabiskan dengan berputar-putar sekitar Greenbelt dan beli makanan di supermarket. Makanan disini untuk cemilan, lebih murah. Nutela yang big size aja harganya hanya 20ribu rupiah, kalo di Jakarta paling murah juga 30 ribu. Makanya aku borong banyak makanan disini :p

Sore hari, Bajaj dapat undangan untuk menjadi juri di pemilihan Miss Teen Phillipines 2007. Perusahaan Bajaj, Kino, menjadi salah satu sponsor dalam pemilihan miss pageant ini. Remaja yang masih belia ini, terlihat cantik, namun tak secantik gadis Indonesia. Darah campuran ternyata tidak membuat mereka lebih cantik dari gadis Indonesia (herannya banyak co yang bilang, pinoy cakep-cakep). Yah mungkin, tampang gadis ini bukan cerminan menyeluruh dari perempuan Phillipines.

Anyway, kami menyaksikan mereka meliuk-liuk memamerkan kecantikan dan inner beauty mereka di depan para juri, dengan busana pilihan mereka sendiri.

Sambil memegang kamera kesayanganku, aku tak mau melepaskan kesempatan mengambil gambar. Kapan lagi punya kesempatan ambil gambar di event seperti ini.

Terlihat sekali, masing-masing dari mereka, berusaha untuk mendapatkan perhatian dari para juri. Secara jujur, hanya ada beberapa orang yang menarik perhatianku. Walau kadar ketertarikan itu termasuk biasa-biasa saja, bukan sebuah ketertarikan yang menggebu-gebu ( u know what i mean, right ?)

Yah, secara fisik tidak ada yang menarik dari mereka. Tidak tahu juga bagaimana dengan kepribadian mereka. Sayangnya aku tidak ikut bagian penjurian untuk inner beauty, mungkin disini bisa diketahui lebih detil tentang kepribadian mereka.

Akhir acara, Bajaj sempat di foto bersama para gadis-gadis ini. Hahaha..lumayan, serasa raja minyak.....

Seru juga, kami berdua sama-sama menilai dan berdiskusi, kira-kira gadis mana yang tepat untuk dijadikan endoser produk Eskulin. Ternyata kami berdua memiliki pilihan yang sama. Dan foto-foto hasil jepretanku, menguatkan Bajaj dan timnya untuk memilih gadis ini sebagai endoser Eskulin. Beberapa minggu kemudian, jadilah gadis ini (namanya sapa ya ?) endoser Eskulin. Doi juga sebagai juara ke 2 untuk Miss Teen Phillipines.

Malam itu, aku diajak untuk menikmati masakan Italia di Italianis. Masakan Italia paling enak yang pernah aku makan. Pizza dan spaghetinya ga ada tandingan. Di Indonesia, Izzi Pizza pun belum mampu menandingi Italianis. Tapi kalo ga ada Italianis, Izzi Pizza lumayan masuk deh...

Italianis langsung menjadi resto favoritku. Kami makan di Italianis Green belt, suasana restonya cukup nyaman dan di dekor seperti kota kecil di Italia.

Porsi makanannya gede banget, kita hanya pesen 2 menu, Spaghetti with meat dan Pizza traditional. Saking banyaknya ampe ga abis, di bungkuslah si Pizza, buat breakfast besok.

High recommended deh nih Resto, sayang harganya lumayan mahal juga. Mungkin kalo makan rame-rame, harganya jadi lebih murah, Karena porsinya yang gede booo…..

Baru hari pertama di Manila, di lihat dari makanan sih sepertinya aku cocok ma makanan disini. Tempat tinggal yang down town banget, juga cukup ok.

Masih terlalu dini untuk menentukan akankah aku betah tinggal disini.

Yang pasti sih buku disini murah-murah, dibandingkan ma Indo. Pilihan bukunya juga banyak banget, terutama buku terjemahan Inggris. Huh,...buat penggemar novel, serasa surga deh disini…..

My first day in Manila

5 May 2007,

Pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Manila, Phillipines. Sebuah negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Sebuah Negara yang sering terdengar dengan berita politiknya yang lumayan menyeramkan. Secara geografis negara ini tak berbeda jauh dengan Indonesia. Tak pernah terbayangkan suatu saat aku akan mengunjungi negara ini. Kalau bukan, Bajaj tinggal disini, mungkin aku ga akan berminat berkunjung ke sini. Yah…begitulah, suratan takdir membawaku untuk mengunjungi negara ini, pada 5 May 2007.

Kunjunganku ke Manila cukup mendadak. Rasa rindu yang tak tertahankan, mendorong kami untuk mengambil langkah “gila”.

Tanggal 3 May, Yahoo Messenger, menjadi saksi bisu, kerinduan kami. Saat itu pula, Bajaj memintaku untuk ke Manila. Tanpa berpikir panjang, tiket Cebu Pasific langsung di book. Reservasi yang cukup cepat dan mudah via internet, memudahkan proses pembelian tiket.

Saat yang ditunggu pun tiba, 4 May 2007 malam, aku dengan tak sabar menunggu-nunggu waktu menuju bandara Soekarno-Hatta. Demi mengisi waktu, aku menonton Devil’s Wear Prada dulu. Lumayan untuk nunggu waktu. Sekitar jam 21.30, berangkat ke Bandara.

Karena persiapan yang ga cukup, aku mempercayakan uang untuk fiskal sebesar 1juta, kepada kartu kredit. Selesai cek in, saatnya untuk bayar Fiskal…phew…jantung serasa mo copot, udah malem, cari loket yang terima kartu kredit ternyata susah-susah gampang. Loket yang masih buka hanya mau menerima pembayaran cash ato kartu kredit dari bank mereka. Ada loket BCA, tapi apa daya ga punya kartu kredit BCA, apalagi rek.tabungan disana. JAdilah aku berlari-lari dari ujung terminal satu ke yang lain. Ke ATM BII untuk narik uang tabungan…hiks….uangnya ga cukup, kurang 200ribu lagi…huhuhu….dah panic banget….sempet nanya sana sini….beruntung ada 1 loket yang masih buka dan menerima kartu kredit, walau kena charge 2.5 persen, gue rela deh, asal gue bisa ke Manila.

Gesek kartu pertama dari Danamon…kok ga mo proses ya…

‘Mas penjaga loket, saranin untuk pake kartu lain. Untuk aku masih ada Citibank. Harap-harap cemas aku menunggu.

Mendengar suara kertas di cetak, huh…serasa mendapat lotere 1 milyar (hahahaha). Iyalah, gue dah sempet kepikir, masa gue ga jadi berangkat gara-gara ga mampu bayar fiskal.

Dengan hati tenang dan tubuh berkeringat, hasil mondar mandir dari ujung ke ujung terminal, aku melenggang ke counter Imigrasi. Proses berjalan mulus ampe masuk ke boarding room, walau sempet dicegat gara-gara bawa air minum 2 botol, tapi lumayanlah, kutinggalkan 1 botolku di counter pemeriksaan :p

Time to boarding…

Pesawat yang digunakan Cebu Airlines, denger-denger adalah pesawat baru yang usianya masih 2 tahun. Aku agak ga mudeng kalo di suru-suru ngomong tentang pesawat. Tapi dari hasil pengamatanku yang awam banget…dari pintu pesawat aja, kok banyak amat tombol-tombol aneh yang selama ini ga pernah kulihat di pesawat komersial dalam negeri. Kesannya canggih dan baru gitu, beda ma pesawat dalam negeri yang keliatannya kuno dan kusam.

Penerbangan memakan waktu 3 jam setengah. Tidur ga bisa, kursinya keras banget. Geser sini geser sana, bisa tidur juga walau tidur-tidur ayam :P

Karena ini budget flight, jadi kita ga dapet air minum, selimut ato bantal. Minum musti beli seharga 50 peso. Ini juga nih yang gokil, gue sama sekali ga bawa peso ato dolar, di dompet gue cuma ada 800ribu, hasil dari narik ATM gara-gara mo buat bayar fiscal. Sedangkan rupiah ga berlaku disini.

Jadilah aku menahan haus....hiks.....

Kelelahan dan ketegangan selama semalam terakhir, terbayarkan ketika melihat seraut cahaya pagi di cakrawala. Saat-saat menjelang pagi, terasa indah ketika dilihat di ketinggian.

Bagai yin dan yang yang membagi dunia menjadi dua sisi. Terang dan gelap.

Semburat warna merah bercampur biru dan putih, menghasilkan nuansa warna tersendiri yang sangat indah. Seperti perkataan Helen Keller, face the sunshine, so you can not see shadow in the darkness.

Ke arah terang itulah, kami melaju, meninggalkan kegelapan di belakang.

Jauh di bawah, tanah Philpinnes, mulai nampak. Kontur tanahnya yang berbukit terlihat jelas dari udara. Bahkan kota Manila pun terlihat sangat padat.

Tak terasa landasan pacu mulai terlihat di kejauhan. Kamipun bersiap untuk mendarat.

Sayup-sayup, di tengah lamunanku, aku mendengar pengumuman bahwa kami akan mendarat dalam hitungan menit.

Suara katup roda yang terbuka, menandakan pilot sudah dalam kondisi mencari posisi tepat untuk mendarat.

Semakin dekat, landasan pacu dan tanah terlihat semakin dekat.

Ketinggian terus menurun…

Daratan terlihat semakin dekat…..

cssss……

pesawat pun mnedarat dengan mulus……

…mabuhay….

……welcome to Ninoy Aquino International Airport….

…..welcome to Manila….

Entah kenapa, setiap kali mendarat, orang-orang selalu terburu-buru untuk keluar. Aku yang biasanya santai kalo nunggu giliran keluar pesawat, bahkan selalu paling akhir, kini aku pun terburu-buru mo keluar juga. Aku bergabung dengan orang-orang yang sudah berdiri di lorong.

Pukul 6.00 aku menginjakkan kakiku di tanah Manila. Imigrasi tentu menjadi tujuan pertamaku. Proses berjalan mulus, aku mendapatkan visa untuk 2 minggu.

Setengah jam kemudian, aku sudha di luar bandara. Celingak celinguk nyariin bajaj, kok ga ada....

Nanya ke satpam, dimana tempat penjemputan, doi malah kasih tau tempat naik bus. Setelah celingak celinguk 10 menit aku curiga, bahwa aku harus menuju ke sebuah lorong yang sedari tadi sedang aku lihat-lihat. Betul aja, ketika ngintip, aku lihat si bajaj lagi ga sabar menungguku.

Senyum kami pun langsung merekah ketika tatapan bertemu. Pelukan hangat dan penuh kerinduan, menghiasi pertemuan pertama kami setelah 3 bulan tak bertemu.

Ia segera menuntunku ke mobil kebanggannya. Betapa tidak, Vios seri terbaru ini adalah mobil sedan pertama hasil jerih payahnya.

Joey, sang Driver pun langsung menyapaku dengan ramah, “Gud morning, Ma’am.”

Mm…pertama kali nih dipanggil dengan sebutan “Ma’am”.

Joey, berbaik hati untuk mengantarkan kami berkeliling kota Manila, kendati hari Sabtu dan Minggu adalah hari liburnya. Bajaj ga nyetir karena ia belom terbiasa untuk menyetir di sebelah kiri.